Era Digital, Tulis Lagu Harus Pertimbangkan Data?

Era Digital, Tulis Lagu Harus Pertimbangkan Data?

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Jumat, 24 Jan 2020 15:56 WIB
1.

Era Digital, Tulis Lagu Harus Pertimbangkan Data?

Era Digital, Tulis Lagu Harus Pertimbangkan Data?
Foto: ilustrasi/thinkstock
Jakarta - Benarkah Membuat Lagu Kini Harus Mempertimbangkan Data?

Datangnya era digital rupanya ikut mengubah cara kita mendengarkan musik. Kita akhirnya tidak lagi membeli musik, namun membeli akses untuk mendengarkannya.

Dalam aplikasi pemutar musik, lagu-lagu yang kita dengarkan kemudian menjadi hitungan algoritma yang akan mengarahkan pada lagu atau playlist tertentu.

Bagi pendengar musik pasif yang tidak mencari lagu apa yang ingin ia dengarkan, aplikasi layanan streaming akan memberikan rekomendasi lagu yang memiliki nada serupa dengan yang mereka dengarkan sebelumnya.

Untuk bisa masuk ke dalam playlist dan menarik perhatian pendengar pasif tersebut, akibatnya banyak musisi menjadi bersiasat pada karya mereka.


Lagu-lagu yang beredar akhirnya cenderung memiliki tempo yang senada dengan intro yang tidak terlalu panjang agar dapat memikat pendengar untuk mendengarkan lagunya hingga akhir.

Meski tentunya tidak semua musisi melakukan formula tersebut, akan tetapi cara itu dikhawatirkan membuat musik menjadi seragam.

Personel dari Svmmerdose, Iqbaal Ramadhan, tidak menampik bahwa bandnya memiliki strategi marketing yang terukur untuk memasarkan bandnya. Ia juga memiliki data siapa saja pendengar mereka.

Meski demikian, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh dalam proses kreatif. Menurutnya, ia tetap membuat lagu seperti apa yang ia ingin tulis.

Akan tetapi bila akhirnya lagunya memiliki genre serupa dengan musik yang tengah beredar di layanan streaming, menurutnya hal tersebut wajar karena ada bebunyian yang ia serap dan ingin ia tuangkan dalam lagunya.

"Setahu gue banyak yang bilang, biar menarik pendengar, intronya jangan lebih dari 30 detik. So far sih nggak (sengaja membuat intro pendek), kami punya kok lagu-lagu yang intronya lebih dari itu, 32 detik gitu," tuturnya.


"Masalahnya kami beneran, bertahun-tahun kita temenan, jadi ketika kami main musik, ya main musik aja," sambung Iqbaal.

Iqbaal tidak menampik ia akan senang apabila lagunya bisa diterima dan didengarkan banyak orang, baik itu di layanan musik berlangganan maupun bukan. Akan tetapi, hal itu tidak lantas memengaruhi proses penulisan lagunya.

"Strategi-strategi itu pasti ada sih, gimana caranya biar kami masuk playlist, karena bermusik di sini itu juga termasuk marketing. Tapi kami merasa tetap harus ada sisi idealisnya," ungkapnya.

Meski mengetahui data siapa saja pendengarnya, menurut Iqbaal hal itu tidak terlalu berpengaruh sebab ternyata pendengar lagu-lagu bandnya berganti-ganti secara dinamis.

Melalui data itu, ia bersama Svmmerdose mengaku masih mencari, bagaimana gaya bermusik yang cocok dengan dirinya dan juga para pendengarnya.

"Kami punya data penggemar kita itu umur berapa sampai umur berapa, paling banyak dimana, jam berapa paling banyak didengar, itu semua kami punya datanya. Memang pendengar kita paling banyak (usia) 18 hingga 25, itu sekitar 60 persen. Saat itu saat pengerjaan album, 60 persen dari pendengar Svmmerdose itu memang wanita, terus ketika albumnya keluar, itu kebalik. 60 persen jadi pria," urainya.

"Jadi hal-hal itu yang sampai saat ini masih fluktuatif sekali, pendengarnya siapa dan lain-lain, buat kami, di umur remaja itu memang ngikut sana, ngikut sini mencoba style ini. Masih nyarilah, nyari banget dan itu yang kami rasakan," ucap Iqbaal.


Svmmerdose terbilang beruntung karena pendengarnya memiliki usia yang sama dengan para personelnya. Sehingga ketika pembuatan lirik, mereka tidak perlu terlalu ambil pusing memikirkan topik yang relavan dan dapat diterima penggemarnya karena mereka juga menjalani hal yanga sama.

Misalnya dalam album 'She/ Her/ Hers' (2019) yang membicarakan tentang pencarian jati diri dalam masa peralihan remaja menuju dewasa muda.

"Kami ngobrol sama teman-teman musisi dan non-musisi, teman kuliah, teman SMA kami. Tapi maksudnya kaya, (persoalan mereka sama dengan topik album) 'gue nggak tahu siapa, gue nggak tahu mau ngapain'," jelas Iqbaal.

Hide Ads