Menurut vokalis Fauzan Lubis, dalam jangka satu tahun tersebut, paling lama adalah proses rekaman. Para personel Sisitipsi yang terdiri dari Aditya Rahman (drum), Eka Wiji Astanto (kontrabass), Hendar Dikas Anggara (kibor), Fauzan Lubis (vokal), Amoroso Romadian (trombon), dan Rian Rahman (gitar) memang sangat teliti terhadap segala bunyian yang ada di dalam lagu mereka.
"Kami proses rekamannya aja 6 bulan dari Desember (2017). Kami karena belajar sih lebih tepatnya. Ini kan sebenarnya karena kami ketemu di IKJ (Institut Kesenian Jakarta), kuliah musik, di sini kami juga ranah belajar kan ya, kami latihan terus, keep trying, keep practice. Jadi pada saat ngerekam pun kita butuh teknik yang baik," terangnya saat ditemui di Qubicle Center, Kebayoran, Jakarta Selatan, Senin (21/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baginya, hal tersebut murni karena seluruh personel Sisitipsi mengenyam pendidikan di bidang musik, bukan karena adanya beban ingin mengungguli album pertama mereka. Secara pribadi, Fauzan Lubis mengaku perasaan terbebani itu memang sempat ada, namun menurutnya ia tak mau ambil pusing.
"Sedikit, jujur gue ngerasain (beban). Kebetulan gue juga 'Alkohol' itu gue yang bikin, musik dan lagunya dan banyak orang yang bilang, ya nggak tahu sih ya, karena mungkin banyak omongan dari luar juga, gue merasa seperti ini ya, kaya ada yang bilang 'Alkohol' terlalu pecah lah, terlalu ini, itu. Lo harus bikin yang lebih pecah lagi lah. Balik lagi, dulu gue awal-awal sempat ngerasain kaya gitu, cuma ujung-ujungnya gue balik lagi ke judul lagu gue, 'Bomat!' jawaban gue," urainya.
Kendati begitu perfeksionis terhadap karyanya, menurut Fauzan, yang membuat ia dan rekan-rekannya harus merasa cukup dengan karya yang mereka kerjakan adalah justru ketika memposisikan diri mereka sebagai pendengar.
"Ibarat gini deh, kalau di festival vokal jaman dulu, ibarat, wah kalau suaranya makin keriting, makin tinggi, beuh makin oke. Padahal itu kan sebenarnya kalau dinikmatin orang nggak perlu juga kan, kan kita harus memberikan porsi yang pas kan untuk telinga orang, ya kaya gitu-gitu deh contoh kecilnya. Jadi gue mencoba memposisikan diri sebagai pendengar," terangnya.
"Jadi kami harus tahu kapasitas cukupnya di mana sih. Harus jeli sama kapasitas cukupnya itu. Karena nggak cuma gue doang sih, karena banyak seniman itu yang dulunya pasti, waktu jaman 'liar-liarnya', wah nggak akan pernah cukup," katanya lagi. (srs/wes)