'Centurion': Drama Perang Rasa Horor

'Centurion': Drama Perang Rasa Horor

- detikHot
Selasa, 21 Sep 2010 09:58 WIB
Jakarta - Seorang pria telanjang dada berlari di tengah pegunungan es. Ini lebih seperti sebuah video klip dari James Blunt ketimbang pembukaan sebuah film perang. Film perang? Memang tidak ada klaim tentang itu. Namun, dari judul dan posternya, atau jika Anda sudah terlebih dulu browsing sinopsisnya, memang tidak salah juga untuk menyebut ini sebagai film perang. Namun, sama-sama berlatar zaman Romawi, jangan bayangkan adegan-adegan kolosal ala 'Gladiator' atau pun '300'.


"Centurion" adalah sebuah film yang unik: ia menggunakan perang sebagai konteks sejarah untuk membingkai sebuah kisah "survival" ala film horor. Sutradara yang sekaligus penulisnya, Neil Marshall, sebelum ini memang telah memproduksi film horor berjudul 'Dessent'. Aroma mencekam, nuansa kegelapan dan unsur-unsur yang menegangkan mewarnai sepanjang film ini.

Romawi abad 117 Masehi, kekuasaannya membentang hingga ke Inggris. Gubernur Jenderal Agricola (Paul Freeman) yang memimpin wilayah itu mengirimkan pasukan yang diberi nama Legiun ke-9 di bawah Jenderal Titus Virilus (Dominic West) untuk menyerang sekelompok suku liar pemberontak berbahaya yang dikenal sebagai Picts. Pasukan Picts sangat ditakuti, dan menjadi salah satu penghalang ekspansi Romawi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Serangan terakhir pasukan Picts di benteng perbatasan sangat mematikan, dan hanya menyisakan satu tentara Romawi yang selamat, Quintus Dias (Michael Fassbender). Dari sudut pandang tokoh inilah, alur cerita 'Centurion' berjalan. Alkisah, dalam pelariannya menyelamatkan diri, dia bertemu dan bergabung dengan Legiun 9 tadi. Namun, lagi-lagi, hampir semua pasukan dibantai oleh Picts, termasuk Jenderal Titus tewas dalam pertempuran.

Tinggal Quintus Dias dan 7 prajurit Legiun 9 yang tersisa. Rupanya ada pengkhianat di lingkungan gubernur jenderal, sehingga Legiun 9 dengan mudah dihabisi. Pengkhiatan itu tidak lain anggota Picts, bernama Etain (Olga Kurylenko), seorang perempuan perkasa yang berdarah dingin. Selanjutnya, film ini merupakan sebuah "perjalanan kematian" bagi pasukan kecil Quintus Dias yang terus dikejar oleh Etain dan kawan-kawannya.Β 

Mengangkat isu-isu klasik seputar peperangan, dengan plot yang cukup tertebak, 'Centurion' tetap menawarkan banyak hal menarik sebagai sebuah drama berdarah dari abad silam. Adegan pembantaian Legiun 9 oleh pasukan Picts sungguh luar biasa. Kengerian berikutnya muncul dari pengejaran tiada ampun yang dilakukan pasukan Picts di bawah Etain terhadap Quintus Dias dan sisa prajurit yang kini dipimpinnya. Etain digambarkan sebagai sosok kejam yang tidak akan pernah meloloskan buruannya.

'Centurion' bukanlah sebuah kisah kepahlawanan yang heroik ala 'Braveheart'. Ini lebih merupakan satu keping mozaik dari sebuah gambar besar; sejengkal perjalanan hidup seorang prajurit Romawi "biasa" pada suatu masa; dia yang tersisa dan bergelut dengan harapan. Jantan, brutal, tapi tetap melodramatik dengan dimasukkannya "kisah cinta" di bagian tengah sebagai bumbu. Pertemuan Quintus Dias dan teman-temannya dengan seorang perempuan penyihir di tengah hutan, memberi sentuhan yang manis bagi film yang sadis ini.

Dengan unsur action yang sedemikian mantap, kita tidak lagi terlalu berharap pada "kedalaman" alur cerita. Bagaimana pun, ini tetaplah sebuah drama perang, dengan kisah-kisah dendam dan pengkhianatan yang klise dan mudah ditebak. Tapi, akting pemain-pemainnya yang ciamik, terutama Michael Fassbender sebagai Quintus Dias yang terus berlari dan Olga Kurylenko sebagai Etain yang tidak lelah memburu, memberi nilai tambah bagi film ini dari sekadar sepenggal drama perang, bernuansa horor. diputar di (iy/iy)

Hide Ads