Tak Ada Punchline, Cuma Ada Darah

Tak Ada Punchline, Cuma Ada Darah

Komario Bahar - detikHot
Jumat, 11 Okt 2019 15:35 WIB
Foto: Joker / Polygon
Jakarta - Karena ledakannya di box office dan sudah masuk pekan kedua tayang, rasanya sudah tak berdosa mempreteli kisah 'Joker' (2019) arahan Todd Phillips.

Ada hal menarik dalam film Joaquin Phoenix ini. Dalam adu dialog dengan Robert De Niro di scene talkshow, Joker menegaskan komedi gelapnya.

Dalam komedi Joker, tak ada sama sekali punchline. "Aku menunggu punchline," kata Murray Franklin (De Niro) pada Arthur Fleck yang sudah bertransformasi menjadi Joker.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nggak ada punchline," lugas Arthur Fleck.

Komedi Arthur Fleck memang lempeng dan tak ada pamungkasnya. Si stand up comedian gagal ini bukanlah penganut komedi dengan statement pamungkas yang mengagetkan dan lucu seperti komika umumnya, bahkan meski ia tak mengidap penyakit sekalipun, bagi Arthur, line-linenya yang ia tulis di diary adalah lelucon jujur.

"Aku benci sekolah saat aku kecil, aku benci," begitu bunyi lawakan Arthur yang justru terdengar seperti curhat pengalaman pribadinya. Karena Arthur memang tidak suka berbohong.



Tak Ada Punchline, Cuma Ada DarahFoto: dok ist


Mungkin stand up comedian banyak merekayasa materi leluconnya demi mengundang tawa. Tapi Arthur tidak berbakat berbohong.

Jujur dan mematikan. Komedi Fleck selalu berakhir dengan darah ketika ia sudah bertransformasi menjadi villain Joker.

Tapi tindakan setelah itu mungkin lebih mengagetkan dari punchline komedi yang pernah ada. Komedi Arthur Fleck berakhir dengan terenggutnya nyawa seseorang.

Selongsong peluru mengarah ke kepala sang host, Murray yang dulu dipuja-puji Arthur. Menurut Arthur atau Joker, Murray sudah berbuat jahat kepadanya.

Dan ia menghukum Murray Franklin, sang idola dan satu-satunya sosok penghibur lara Arthur di hidupnya yang muram.

Joker bukanlah penindas. Ia adalah wujud bahwa dendam yang dituntaskan akan sangat melegakan. Pengadilan bagi orang-orangnya yang melukainya.

Sekali lagi, Joker adalah sublimasi mengerikan dari penderitaan. Fatalnya, ia jadi pengadilan suka-suka untuk semua orang yang kejam untuk kisah hidupnya.

Joker memang antitesis dari Batman (sosok pahlawan yang menyimbolkan ketertiban dan keteraturan). Ini yang membuat Joker candu akan sosok penjaga Gotham karena menemukan soulmate yang melengkapinya.

Selain The Killing Joke dan The Man Who Laughs, 'Joker' jelas terinspirasi dari dua proyek legendaris Martin Scorsese, Taxi Driver dan The King of Comedy.

Warna dan komedi gelapnya memang diambil dari sana. Dan dua film itu dibintangi Robert De Niro, si Murray Franklin yang jadi raja komedian di Gotham di era Arthur dewasa.

Hanya dia yang mengerti mengapa begitu 'lucunya' seorang Bruce Wayne kecil ditinggal mati orang tuanya akibat kerusuhan dan hasutannya di benak atau fantasinya yang liar di scene ending film.


(kmb/kmb)

Hide Ads