5 Fakta Salman Rushdie, Penghina Nabi Muhammad yang Ditikam 15 Kali

5 Fakta Salman Rushdie, Penghina Nabi Muhammad yang Ditikam 15 Kali

Tia Agnes Astuti - detikHot
Sabtu, 13 Agu 2022 16:40 WIB
In this file photo taken on September 10, 2018, British author Salman Rushdie poses during a photo session in Paris. - Rushdie, whose controversial writings made him the target of a fatwa that forced him into hiding, was stabbed in the neck by an attacker on stage Friday in western New York state, according to New York State Police. The attacked is in custody. (Photo by JOEL SAGET / AFP)
Foto: AFP/JOEL SAGET
Jakarta -

Kondisi kesehatan novelis kontroversial Salman Rushdie belum stabil. Ia masih menggunakan ventilator atau alat bantu nafas dan organ bagian dalam tubuhnya rusak.

Dia ditinju, dipukul, dan ditikam sampai 15 kali di bagian dada dan leher. Penulis berusia 75 tahun itu terancam buta dan masih sadar sama sekali.

Berikut 5 fakta soal Salman Rushdie yang gara-gara The Satanic Verses disebut sebagai penghina Nabi Muhammad:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. The Satanic Verses

Novel keempat Salman Rushdie yang berjudul The Satanic Verses atau Ayat-Ayat Setan terbit pertama kalinya pada 1988. Gara-gara isi novelnya, pemimpin revolusioner Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini mengucapkan ancaman untuk Salman pada 14 Februari 1989.

Novel keempat sang penulis menceritakan tokoh utama yang bernama Mahound (yang kemungkinan besar merujuk pada Muhammad) diceritakan secara kilas balik paralel dengan dua tokoh utama lainnya Gibreel Farishta dan Saladin Chamcha. Sebagian ceritanya terinspirasi dari kisah hidup Muhammad.

ADVERTISEMENT

2. Dianggap Menistakan Islam

Bagi umat Muslim, novel The Satanic Verses penuh dengan SARA sampai tidak boleh beredar di India. Novelnya pun menyulut kerusuhan di Pakistan dan beberapa negara mayoritas Islam lainnya di dunia.

Salman Rushdie dianggap tidak menghormati Nabi Muhammad karena berani menggambarkan Nabi ke-25 itu secara blak-blakan.

Novelis yang lahir di India dari keluarga muslim itu menyebabkan kerusuhan massal. Di Mumbai, 45 orang tewas akibat kerusuhan buku.

FILE - Author Salman Rushdie appears during the Mississippi Book Festival in Jackson, Miss., on Aug. 18, 2018. Rushdie, whose writing led to death threats, has been attacked on stage at an event in western New York (AP Photo/Rogelio V. Solis, File)Salman Rushdie di tahun 2018 Foto: AP Photo/Rogelio V. Solis, File

3. Novelnya Dilarang Beredar

Akibat kerusuhan tersebut, berbagai pihak yang mencoba menerbitkan dan menerjemahkan juga mendapat ancaman pembunuhan.

Pada 1991, seorang penerjemah Jepang, Hitoshi Igarashi, dari buku The Satanic Verses ditikam sampai mati. Seorang penerjemah Italia, Ettore Capriolo, selamat dari serangan pisau ketika berada di apartemen di Milan.

Di Turki, penerjemah The Satanic Verses, Aziz Nesin berhasil kabur dari upaya pembakaran hotel saat meninggal. Tapi 33 tamu lainnya yang sedang menginap tewas dalam kebakaran, kemungkinan besar peristiwa tersebut karena ia menginap di sana. Pada 1993, penerbit buku asal Norwegia ditembak tiga kali dan selamat.

Buku itu dilarang di Iran, negara tempat mendiang pemimpin Ayatollah Agung Ruhollah Khomeini mengeluarkan fatwa 1989, atau dekrit yang menyerukan kematian Salman Rushdie. Khomeini meninggal di tahun yang sama.

(Salman hidup bersembunyi - baca halaman berikutnya)

4. Hidup Bersembunyi

Sebelum dinyatakan tidak bersalah sampai 11 September 2001 ia hidup dalam ketakutan dan berbagai ancaman pembunuhan dilontarkan padanya. Selama bersembunyi, ia menggunakan nama samaran dan jarang muncul ke hadapan publik.

Dalam sebuah wawancara, ia mengatakan sudah mulai aktif lagi muncul di banyak acara sejak 2001.

"Kita hidup di dunia yang kadang subyek berubah dengan sangat cepat. Ini adalah subyek yang sangat tua. Sekarang ada banyak hal lain yang perlu ditakutkan dan orang lain bisa saja dibunuh," ujarnya.

5. Karyanya Dipuji

Sebelum novel The Satanic Verses terbit, novel kedua Salman Rushdie yang berjudul Midnight's Children yang rilis pada 1981 mendapat pujian internasional.

Novel tersebut memenangkan ajang penghargaan buku Booker Prize di Inggris karena sukses menggambarkan India pasca-kemerdekaan.

Buku-buku Rushdie lain mencakup novel untuk anak-anak Haroun and the Sea of Stories (1990), buku tentang esai, Imaginary Homelands (1991). Kemudian novel, East, West (1994), The Moor's Last Sigh (1995), The Ground Beneath Her Feet (1999), dan Fury (2001).

Dalam dua dekade terakhir ia telah menerbitkan Shalimar the Clown, The Enchantress of Florence, Two Years Eight Monthsand Twenty-Eight Nights, The Golden House, serta karya terbaru Quichotte.


Hide Ads