Promosi Romansa Asmara Dorong Bocah Bojong Cs di Sudirman Gonta-ganti Pacar

Promosi Romansa Asmara Dorong Bocah Bojong Cs di Sudirman Gonta-ganti Pacar

prih prawesti febriani - detikHot
Kamis, 30 Jun 2022 15:09 WIB
bonge dan kurma
Roy dan Jeje Foto: Febri/detikhot
Jakarta -

Bocah Bojong Cs di Sudirman tengah menjadi fenomena dunia nyata hingga ke media sosial. Tak cuma nongkrong, mereka juga bicara soal dunia percintaan.

Psikolog dan Sosiolog A. Kasandra Putranto, mengisahkan awal mula istilah nongkrong itu muncul. Menurutnya, nongkrong adalah istilah yang digunakan oleh anak muda di Indonesia sejak lama, namun dengan perubahan zaman konsepnya berubah sepanjang perjalanan abad 20. Sayangnya sejak era 1970/80-an sampai milenial, konsep nongkrong menjadi semakin negatif.

Ia juga kemudian mengutarakan pendapatnya soal nongkrong dilakukan untuk kebutuhan emosi dan sosial:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erikson menyatakan, harga diri yang melekat pada identitas ego didasarkan pada dasar-dasar keterampilan dan teknik sosial yang menjamin kebetulan bertahap kesenangan fungsional dan kinerja aktual, ego ideal dan peran sosial (Erikson, 1994, hal. 39).

Menurut Boyd, (2007) bagi banyak remaja, nongkrong telah beralih ke online. Remaja mengobrol di media sosial selama berjam-jam, sebagian besar menemani satu sama lain dan berbagi informasi budaya yang menghibur dari web dan pemikiran hari itu.

ADVERTISEMENT
Bonge saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan.Bonge saat ditemui di kawasan Jakarta. Foto: Febri/detikHOT

Eksistensi sendiri merupakan bentuk dari sebuah keberadaan atau segala sesuatu yang menekankan bahwa kita ada (Lorens, 2005:183).

"Jika diaplikasikan dalam media sosial Instagram, setiap individu berusaha untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain mengenai eksistensi dirinya karena eksistensi menjadi symbol bergaul dan memiliki koneksi terhadap orang lain. Konten yang diunggah oleh pemilik ke akun media sosialnya dapat meningkatkan eksistensi dirinya. Semakin sering pemilik akun menampilkan identitas diri melalui postingannya, maka dia akan lebih dikenal dan diingat oleh para followers," kata Kasandra.

"Seperti yang dijelaskan oleh Chaney (dalam Suyanto, 2013) bahwa masyarakat mengekspresikan diri melalui media dengan cara mempertontonkan dirinya. Feed di media sosial menjadi dunia virtual yang sesuai untuk dapat menunjukkan dirinya sebagai pribadi yang eksis. Dengan begitu keberadaan pemilik akun ini akan lebih diperhitungkan oleh followers-nya. Selain itu, pemilik akun juga akan mendapatkan keuntungan berupa kepuasan karena menjadi perhatian dari mereka."

Tak cuma nongkrong, bocah Bojong itu juga menjadikan Sudirman sebagai tempat mencari pasangan. Hubungan romantis telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari remaja, dan kencan adalah topik utama percakapan remaja (Eder, 1993).

Memiliki perasaan romantis dan mencoba untuk terlibat dalam hubungan romantis merupakan indikator signifikan dari pengalaman masa remaja (Giordano et al., 2006).

Sayangnya Hubungan ini seringkali dangkal, dan sebagian besar hanya berlangsung selama beberapa minggu atau bulan tanpa memerlukan komitmen jangka panjang (Connolly & McIsaac, 2009).

Erik Erikson (1968) memandang cinta dan roman masa muda sebagai kontributor penting untuk pemahaman diri remaja dan pembentukan identitas. Dia menggambarkan remaja 'jatuh cinta' sebagai bentuk pengembangan diri daripada keintiman sejati. Remaja, menjadi lebih sadar diri ketika kekuatan kognitif mereka berkembang, dapat mencoba identitas 'dewasa' mereka dengan pasangan romantis dan melalui umpan balik dari tanggapan dan perilaku pasangan, secara bertahap memperjelas citra diri. Pembicaraan tanpa akhir yang sering menyertai romansa remaja adalah cara bereksperimen dengan berbagai bentuk 'diri' dan menguji pengaruhnya pada orang lain.

Perilaku berpacaran remaja dapat memiliki efek yang merugikan pada prestasi akademik, stabilitas emosional, dan kesehatan karena perilaku seksual dini dan cedera kekerasan (Hallfors et al., 2005).

Namun, tidak mungkin untuk mengontrol perkembangan alami remaja. Menghadapi stigma sosial yang negatif, remaja seringkali tidak mau berkomunikasi dengan orang tua dan guru ketika mereka mengalami kesulitan dalam hubungan romantis, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemungkinan konsekuensi yang tidak menguntungkan (Liu & Li, 2015).

"Mengapa anak Indonesia sudah terobsesi dengan memiliki pasangan dan hidup bersama pasangan sejak dini, umumnya disebabkan karena faktor pubertas dini dan stimulasi lingkungan yang masif mempromosikan romansa asmara, anak menjadi tergerak untuk meniru dan menilai itulah dunia mereka," jelasnya.



Simak Video "Video: Aksi Sejumlah Bocah Temukan Rel KA Bermasalah di Bogor "
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads