Most Wanted Hidden Gem Yogyakarta! Sourdough, Steak dan Pizza

Most Wanted Hidden Gem Yogyakarta! Sourdough, Steak dan Pizza

M. Iqbal Fazarullah Harahap - detikHot
Jumat, 13 Mei 2022 21:12 WIB
Jakarta -

Perjalanan ke Yogyakarta membawa detikHOT menemukan apa yang diberikan label oleh warganet sebagai, 'hidden gem' atau yang secara harfiah artinya harta yang tersembunyi. Secara pergaulan, 'gem' dapat berarti banyak, salah satunya makanan.

Setidaknya ada tiga yang membuat kerap membuat antrean mengular naga panjangnya. Roti sourdough Kebun Roti, steak dari Big Belly Steak dan pizza dari Fransis Pizza. Ada kesamaan pada ketiganya yang membuat mereka 'harta' buruan, sama-sama dibuat dan dijual secara terbatas. Dalam artian, jumlah produksinya dibatasi dan dijual di hari hari tertentu saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebun Roti

Siane CarolineSiane Caroline Foto: dok Siane Caroline

Kebun Roti didirikan pada 2014 oleh Siane Caroline. Pada tulisan yang lain, dia juga dikenal sebagai DJ Pink Cobra dari kelompok Pirincipal of South. Ternyata, tidak hanya populer sebagai partygoers, dirinya juga dianggap sebagai pelopor roti sourdough di Yogyakarta. Berangkat dari membuat roti gandum untuk teman-teman olahraganya di pusat kebugaran, kemudian bertransformasi menjadi sourdough.

ADVERTISEMENT

"Kebun Roti itu sebenarnya mulai dari ketidaksengajaan. Jadi, aku punya alergi makanan. Aku suka roti, kue, kalau aku makan dari luar itu gatal-gatal di sekitar leher dan dada. Kadang parah, kadang nggak. Terus aku bikin sendiri dan aman. Karena aku pilih bahannya yang bagus-bagus, telurnya free antibiotik. Dari situ kalau tiap olahraga aku bawa, teman-teman pada nanyain dan mau, lama-lama pada pesan. Akhirnya aku titip jualan di gym. Dari satu tempat, lima tempat, jadi 20 tempat."

"Di perjalanan itu, aku sering update jenis-jenis roti, kalau ke luar negeri coba-coba. Ketemu sourdough ini. Enak banget dan di Yogya belum ada. Karena suamiku suka bertani, dia bikin pupuk sendiri. Terus aku minta bikin bahannya dari mikroba alami, dibikin dari buah, sayur gitu. Percobaan pertama berhasil, terus lanjut bikin sampai sekarang."

Sempat tidak laku sama sekali karena dianggap tak biasa, kini Kebun Roti lari manis di pasaran. Roti sourdough-nya kemudian diolah ke berbagai format, donat, roti isi sampai pizza, yang semuanya berbahan alami dan sehat. Jika ingin merasakan, Kebun Roti berjualan setiap hari Kamis di Pasar Kamisan, semacam bazar yang menjual ragam makanan sehat. Dia juga membuka outlet rumahan. Namun, karena baginya kualitas lebih penting dari kuantitas, maka siapa cepat di dapat.

"Kalau sudah habis, ya sudah. Besok lagi," katanya santai sembari tertawa.

Sebagai pelaku, Ane cukup takjub dengan tren makanan sehat di Yogyakarta yang menggeliat. Dia mengatakan, selain pasar dan komunitas khusus, sampai pernah ada kegiatan wisata khusus makanan sehat.

"Healthy food di Yogya sudah komunal lah ya. Dulu gila banget, 2014-2019 gitu ramai banget. Serius deh, meledak. Sampai ada yang buat travel khusus healthy food, datang ke Pasar Kamisan rombongan gitu. Segila itu! Selebriti juga banyak yang jauh-jauh datang ke sini, kayak Vino G. Bastian gitu," cerita Ane antusias.

Sekarang, roti sourdough milik Ane tidak akan lagi dianggap aneh, justru menjadi pemicu pertumbuhan komunitasnya. Tidak hanya mereka yang alergi, penikmatnya pun lebih umum ke anak muda, hingga keluarga.

"Mungkin bisalah aku dibilang inisiator. Tapi karena nggak sengaja. Tapi nggak apa-apa, bonusnya lifestyle jadi sehat," pungkasnya tersenyum.

Selanjutnya, Big Belly Steak

Hidden gem selanjutnya datang dari sebuah proyek pandemic, warung steak berkapasitas tidak lebih dari 20 orang, Big Belly Steak. Terletak di dalam area perumahan di Wirobrajan, Yogyakarta.

Harganya mulai dari Rp380.000 sampai Rp3.000.000, jika mau menikmati USA Prime Rib eye, Wagyu MB9+ atau Black Angus Tomahawk, wajib hukumnya reservasi lebih dulu. Jika gagal hari ini, silakan coba lagi esok hari, bisa menunggu dua hari, bisa juga selama satu minggu.

"Nggak ada yang melandasi, karena aku jalan aja semuanya, aku masak steak tuh sejak pandemi. Sejak pandemi aku nggak ada kerjaan, nggak ada event jalan, musik-musikan nggak bisa, yowes aku coba jualan cookies. Karena baya utang kan harus jalan. Eh kok laris! Titip di kedai-kedai kopi teman. Punya uang lagi, beli daging, coba-coba sendiri. Kok beberapa teman malah minta aku masakin mereka, akhirnya dari situ jalan aja sampai hari ini," cerita pemilik sekaligus juru masaknya, Kuru atau Budha Belly saat ditemui di Yogyakarta.

Tim detikHot tengah berbincang dengan Kuru/DJ Budha Belly yang merupakan pemilik Big Belly Steak di Yogyakarta.Tim detikHot tengah berbincang dengan Kuru/DJ Budha Belly yang merupakan pemilik Big Belly Steak di Yogyakarta. Foto: Andhika Prasetia/detikcom

"Aku tuh nggak ingin bikin yang besar, aku ingin punya tempat yang kecil tapi homey. Rasanya ya kayak kamu kalau datang ke rumah temanmu aja terus temanmu masak. Karena memang aku bukan chef, nggak pernah sekolah masak. Lagipula kayaknya aku juga belum siap untuk sesuatu yang besar, yang penting sekarang anak-anak yang bantuin aku di dapur bisa terjamin lah," sambung laki-laki yang juga aktif menggelar pesta dan bermain DJ itu.

Jika detikers sudah memesan tempat dan daging yang diinginkan, Kuru akan mulai memasak sesuai dengan jam kedatangan. detikHOT melihat langsung, sedikit menunggu tidak jadi masalah untuk para tamu.

"Di Yogya, konsep dasarnya makanannya emang harus enak dulu. Karena kalau bicara steak, orang langsung berpikiran fine dining di kepalanya. Ternyata makan pakai celana pendek nggak apa-apa. Terus, kalau ternyata daging yang mereka mau tidak ada di pasar hari itu, ya sudah. Di sini lebih kayak warung rames gitu. Rames, ra mesti, artinya tuh nggak pasti. Kami punya apa nggak tahu, pokoknya ke sini aja. Surprise."


Ambisi Kuru sederhana, dia belum hasrat membuka cabang di kota lain. Apalagi memiliki ratusan orang karyawan. Untuknya yang terpenting bisa mensejahterakan tim kecilnya dan melayani pelanggannya saat ini.

"Aku nggak pingin punya tempat yang besar, nggak ingin mempekerjakan ratusan orang atau punya pabrik, tidak sama sekali. Aku cuman mau punya tempat yang kecil, maksimal 20 orang, tapi mereka itu semua keluargaku. Sudah, nggak usah yang lain-lain, itu aja. Syukur-syukur bisa kaya bersama," tutupnya.

Selanjutnya, Fransis Pizza

Mblusuk jauh dari perkotaan menuju Banjarsari, Sleman, seakan mengaplikasikan betul pengertian 'hidden gem', terdapat Fransis Pizza. Di sebuah rumah, dengan garasi, terasa dan taman sebagai area makannya, sebuah pizza bergaya Italia yang dibakar dalam tungku keramik berkekuatan 400 derajat celcius.

Jangan asal datang, karena Fransis Pizza milik Fransiscus Magastowo tidak buka setiap hari. Hanya Jumat dan Sabtu, 17.00 WIB - 22.00 WIB, dengan maksimal 60 loyang per hari. Sama seperti sebelumnya, pizza ini hasil buah pikiran di era pandemi, di mana Fransis, yang saat itu aktif sebagai sutradara film dokumenter, putar otak menghadapinya.

Tidak ada yang menjari Fransis selain YouTube. Setelah sekian kali percobaan, akhirnya Fransis Pizza dibuka dan disajikan. Di tempat yang sama ketika dia belajar, sekaligus tempat makan keluarganya.

Tim detikHot tengah berbincang dengan Fransis Magastowo yang merupakan pemilik Fransis Pizza di Yogyakarta.Tim detikHot tengah berbincang dengan Fransis Magastowo yang merupakan pemilik Fransis Pizza di Yogyakarta. Foto: Andhika Prasetia/detikcom

"Karena salah satu value orang yang duduk di sini kan bisa ketemu aku, jadi aku tidak mementingkan diriku, tapi untuk orang-orang merasakan experience bisa ngobrol dengan yang bikin pizza. Aku ingin mempertahankan pengalamanku yang seperti itu. Menurutku semuanya harus complete package. Makanannya itu buatku tersier, yang premier itu malah pelayanan, suasana, pengalaman."

"Aku merasa chef beneran kan kayak ya memang hidupnya bangun pagi di dapur sampai malam, tidur 3-2 jam, itu memang sudah hidup mereka. Aku bukan seorang chef yang berjualan makanan, tidak mau dipanggil chef juga sih. Bangun jam 3 pagi untuk bikin dough, kemudian servis jam 5 sore selesai 22.00, capek sekali.

Pizza Marinara, Margherita, Salami, Bresaola beberapa menu yang disajikan dengan harga paling mahal Rp125.000. Soal bahan, Fransis Pizza menggarapnya dengan serius. Seserius menjalin hubungan antar sesama manusia. Apa maksudnya?

"Keju mozzarella yang aku pakai mereknya Indrakila dari Boyolali, kami sudah rekanan satu setengah tahun ini. Kemudian ada juga fresh mozzarella yang aku pakai, itu yang bikin ayahku. Banyak bahan-bahan yang dipakai yang ada di sekitar rumah. Ada juga seperti parmigiano (keju) yang memang harus impor dari Italia langsung. Keberuntungan kami tinggal di desa, kayak kemarin tuh ada ojek online mengambil pesanan pizza, ternyata dia selain ojek, punya kebun di Kaliurang. Di situ dia tanam basil, arugula, macam-macam, yang aku butuh akhirnya kita Kerjasama. Ya memang begini, karena kamu dari Jakarta, buatmu ini terdengar seperti dongeng," jawabnya seraya tersenyum.

"Misi orang Eropa lewat pizza kan bisa memberikan makan orang banyak, tepung dikasih air. Jadi, coba diterapkan di sini juga, dengan aku membangun dengan sekitarku, ya itu sudah kayak mengilhami filosofi pizza di Napoli, bahwa pizza itu ya bisa murah dengan kualitas yang okay," sambungnya.

Fransis yang juga akrab disapa Magas itu bercerita dulu dan masih terjadi dirinya sibuk membungkuk meminta maaf kepada para tamu yang datang tanpa reservasi. Padahal dia sudah jelas-jelas menjadikan itu sebagai syarat utama agar dirinya dapat menyiapkan adonan sesuai dengan pesanan. Ketika detikHOT ada di sana, tidak sengaja juga bertemu dengan penikmat dari Jakarta yang langsung ke Fransis Pizza dari bandara, dan pulang keesokan harinya.

"Koor (inti) dari restoran itu kan kita menyatukan distribusi makanan. Ada distribusi dari luar, bertemu di dalam, kemudian diramu jadi makanan, jadi pizza. Kita terlalu memuja-muja chef tapi kan sebenarnya itu kita cuma peramu, nggak beda sama apoteker," ujar Fransis.

"Pizza bukan kemampuan memasak sebetulnya, dalam artian kayak Chinese food. Pizza ini skill meramu, keseimbangan dari tiap bahan. Bahan-bahan yang bagus, kita satukan terus jadi enak. Apalagi kalau ngomong pizza Napoli, bumbunya cuma garam dan minyak bisa enak. Itu kenapa aku melakukan ini, rasanya aku bisa," tandasnya menutup obrolan.


Hide Ads