Mantra-mantra Spiritual dalam Balutan Fashion

Mantra-mantra Spiritual dalam Balutan Fashion

M. Iqbal Fazarullah Harahap - detikHot
Kamis, 12 Mei 2022 20:05 WIB
Jakarta -

Baju, ternyata tidak begitu saja terbuat dari bahan-bahan kain yang dijahit dan membentuk pola lalu menjadi megah dengan istilah fashion. Setidaknya, berlaku di Yogyakarta. Di kota tersebut, baju juga dihuni oleh partikel-partikel mantra spiritual yang melindungi dan mencerahkan penggunanya.

Itu dilakoni oleh lini busana bernama Ageman Amongjiwo. Digawangi oleh perempuan bernama Kidung Paramadita. Desainer, aktor, beberapa juga menganggapnya anak gaul. Akan tetapi, dari ceritanya kepada detikHOT, rasanya lebih tepat apabila Kidung disebut sebagai penghayat hidup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kidung menciptakan Ageman Amongjiwo di bawah filosofi 'ageman' yang dalam bahasa Jawa kuno diartikan segala sesuatu yang dikenakan dan dipakai, fisik maupun abstrak. Pakaian, senjata bahkan agama. Sedangkan 'amongjiwo', dimaknai sebagai sesuatu yang memelihara jiwa.

ADVERTISEMENT
Kidung ParamaditaKidung Paramadita Foto: dok pribadi

"Aku inginnya orang nggak cuma beli busana. Tapi orang ngerti aku mau beli Ageman Amongjiwo karena dia mengeluarkan mantra yang sedang dibutuhkan dan ada sesuatu yang unik," Kidung membuka obrolan saat ditemui di Yogyakarta.

Sebelum sampai ke Ageman Amongjiwo, Kidung juga dikenal baik sebagai finalis Puteri Indonesia 2018. Dia juga seorang aktris dan sempat menjadi karyawan di perusahaan BUMN. Kemudian aktif juga sebagai model dan peragawati. Hingga pada di satu titik, membawanya ke pilihan hidup hari ini, pemilik bisnis lini busana yang berupaya mencari kedamaian dalam diri.

Ageman Amongjiwo memilih batik abstrak yang kemudian diturunkan ke dalam berbagai item fashion, laki-laki dan perempuan. Dari mulai atasan, bawahan hingga bikini. Di tahun pertamanya, diberi tema Gelombang Hidupku. Seri ke-2, Sudut Pandang. Semuanya dilengkapi dengan penggambaran visual berbentuk video.

Kidung ParamaditaKidung Paramadita Foto: dok pribadi

Obrolan Kidung dengan detikHOT mengalir begitu saja dan kurang elok kalau banyak disanggah. Entah karena suka mengobrol atau memang kata-kata dari mulutnya berdaya magis, atau mungkin terbantu suasana Yogyakarta yang sore itu lengang, kecuali berisik oleh suara hujan. Setelah paragraf ini, artikel akan dipenuhi oleh cerita Kidung, tanpa sanggahan. Selamat merasakan.

"Pokoknya random banget, suka yang sustainable, nggak yang kultur gitu. Sampailah ketemu sama guru abstrak-ku, batik kan batik abstrak. Akhirnya ke beberapa skena di Yogya kemudian merasakan, ternyata ya memang kamu mau di lingkungan mana pun, kayaknya kamu harus jadi dirimu sendiri dulu. Aku mencontohkan diriku sendiri, yang kayaknya kalau nggak enak dikit itu nggak mau. Cari pelarian yang membuat kita nyaman, tapi itu kontradiktif dengan kehidupan yang semesta kasih, kontra dengan hati juga. Hal yang mesti disadari bahwa akhirnya kalau hujan ya harus dinikmati, kalau panas ya dinikmati. Akhirnya bikin batik. Ageman Amongjiwo ini kayaknya yang menuntun hidupku sampai sekarang. Karena maksudnya kalau secara bisnis, bisnis yang tidak selayaknya bisnis-bisnis fashion yang lain, emang sangat artisan."

"Orang-orang dulu itu, memperlakukan ageman itu biar ada nyawanya dia bawa mandi ke mana, mereka puasa dulu, dan lain-lain. Jadi para pembatik tempo dulu, mereka memang memperlakukan se-sakral itu. Karena ageman bisa diartikan sebagai jubah untuk berperang, jadi jangan tembus tombak. Sedikit-sedikit yang aku serap, dalam setiap edisi ada doanya, yang kamu percayai, akan menjadi itu."

"Ketika ini dimulai, aku memilih promosi yang sangat personal. Di saat yang lain memulai campaign dengan hal-hal besar di luar, Ageman itu berlatar belakang dari perjalanan hidupku sendiri, hal personal yang harus dibahas dan dekat dari kita. Kayak edisi pertama Gelombang Hidup menceritakan bagaimana sih kita susah payah untuk bertahan hidup. Edisi ke-2, Sudut Pandang, bagaimana akhirnya kita harus belajar menerima sudut pandang orang lain."

Kidung ParamaditaKidung Paramadita Foto: dok pribadi

"Mungkin juga aku tidak pintar untuk memikirkan sesuatu yang eksternal. Menurutku kalau melakukan sesuatu yang konsisten emang itu kamu banget. Kamu nggak perlu branding, kamu share apa yang kamu suka, kalau itu positif ya sudah. Aku percaya energi itu bicara lebih nyaring daripada apapun, termasuk dari kata-kata."

"Someday Ageman laku banget, ada kalanya juga benar-benar nggak jalan. Tapi anehnya karena aku percaya ada yang beli, nggak tahu bagaimana mengalirkan energi yang ada di dalam. Tiba-tiba ada aja beberapa pelanggan yang menghubungi. Ada yang cerita mimpi mereka disuruh beli Ageman sama ibunya yang sudah meninggal. It is weird tapi kemudian ya okay. Aku merasa aku ada di lingkungan yang tepat, yang menghargai seni dan vibrasi. Dalam artian, kamu melihat seni itu nggak harus bagus, tapi you feel something. Karena dasarnya aku free spirit, kalau jelek buatmu, tapi kalau buatku layak dijual, yang aku lakukan."

"Tapi yang paling penting adalah budaya dari leluhur-leluhur yang dulu pernah dilakukan, nggak cuma Jawa, mungkin dari Medan, Bali. Karena menurutku kita harus menyerap apa yang sejarah dulu tuliskan dan salah di persepsi kita. Misalkan, ada kerajaan yang runtuh gara-gara apa gitu, nah itu ada hal-hal yang mungkin leluhur mau sampaikan tapi nggak sampai aja, agar kita jangan sampai mengulangi hal yang sama. Mungkin ini jadi terlalu panjang, tapi untuk secara logikal aku percaya bahwa di sel darah ini ada hal-hal yang turun temurun. Ya memang banyak yang bilang aku aneh," Kidung tersenyum setelah cerita panjangnya.

Sejak lama Kidung sudah merasakan bahwa dirinya adalah anomali. Apa yang dipikirkan dan dilakukan, kebanyakan tidak dilakukan oleh orang lain. Dia juga tidak pusing dengan ramainya eksplorasi terhadap kain-kain etnik di baik di Yogya sendiri maupun daerah lain di Indonesia.

Kidung ParamaditaKidung Paramadita Foto: dok pribadi

"Aku nggak sampai sejauh itu. Inti yang ingin aku capai adalah kontribusinya apa untuk lingkungan dan Indonesia. Memang terdengar sepele kita harus kontribusi memajukan Indonesia. tapi memang kalau kita tidak menjalankan sesuai passion kamu akan terus melihat ke orang lain, akan gangguin orang mulu, karena kamu nggak selesai sama dirimu sendiri. Nah makanya Ageman, misnya dan mantranya membahas soal itu, personal dulu diselesaikan."

Dalam waktu dekat, Kidung segera meluncurkan edisi terbaru yang ke-3. Warna hitam akan menjadi pakemnya. Hal yang ingin dia bicara adalah tentang memelihara diri sendiri.

"Ada beberapa pelanggan yang memperlakukan bajunya sebagai karya seni, jadi belum dipakai, masih disimpan rapi di lemari. Ada juga yang dia sedang mengalami titik pencerahan dalam hidup. Datang ke Agemen terus bilang, 'kayaknya aku mau minang ini deh, kayaknya pas nemenin perjalananku mencari diri sendiri', monggo. Lucu-lucu sih pelanggan," tandasnya.

(mif/nu2)

Hide Ads