"Sipil itu dilarang menggunakan alat seperti ini. Tapi dia selalu punya prinsip, wartawan harus lebih tahu lebih dulu daripada orang lain, kalau tahunya besok, apa bedanya dengan pembaca? Kita harus lebih dulu tahu," ucapnya.
Kendati demikian, ujar Nur, informasi yang didapatkan melalui scanner tersebut adalah ilegal. Informasi itu hanya berfungsi sebagai latar belakang saja dan tak sembarangan bisa dipublikasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus konfirmasi supaya legal, misal narasumber menolak atau mengiyakan, itu baru legal. Jadi dia tuh mengajarkan etika by doing, bisa dikatakan lebih jurnalis daripada jurnalis, meski tak punya latar publisistik," kenangnya.
Bahkan sebelum Bill Kovach populer dengan 9 elemen jurnalistiknya, Yoyon telah mengumandangkan hal ini sebelumnya. Menurutnya, jurnalis harus menyuarakan suara orang-orang yang tak bisa bersuara.
"Makanya lingkar pertemanannya lucu-lucu, ada WS Rendra, Petisi 50, dia itu desiden, tapi tak bisa diciduk. Saking pandainya memilih kata-kata, tapi kita tahu siapa yang disindir," katanya.
Redaksi MARA yang dinakhkodai Yoyon, pun kerap memilih lagu-lagu yang disesuaikan dengan keadaan ketika itu. Seperti lagu Ode to Joy, Beethoven yang menggambarkan suasana hati yang kelam.
"Pokoknya high context komunikasinya, gayanya satir. Seperti surat-surat nyasar, dia itu orang berani," ucapnya.
Gairah Yoyon untuk menyuarakan lidah rakyat, terhenti pada tahun 1998. Tepatnya pascaera Reformasi. "Ada sesuatu masalah, sehingga ia berhenti dari radio dan memilih untuk lebih aktif di teater," katanya.
Kini jurnalis dan penghidup teater itu telah erpulang pada usia 82 tahun di kediamannya pada Kamis (13/2/2020) lalu. Ia pergi dengan ke haribaan-Nya di rumahnya yang terletak di Jalan Terusan Sukamulya, Sukajadi, Kota Bandung dan dimakamkan di TPU Sirnaraga.
Simak Video "Menengok Klinik Khusus Lansia Inggit Garnasih"
[Gambas:Video 20detik]
(dal/dal)