Kisruh di antara Tamara Bleszynski dan kakaknya, Ryszard Bleszynski, tak kunjung menemukan arah perdamaian. Tamara justru malah dibuat makin kesal dan kecewa atas sikap saudaranya tersebut.
Padahal Ryszard disebut-sebut ingin berdamai jika Tamara bersedia mencabut laporannya di Polda Jawa Barat terkait penggelapan hotel.
Namun anehnya, saat mediasi Ryszard Bleszynski justru tak hadir. Lantaran itu Tamara merasakan kecewa dan merasa dipermainkan kakaknya. Padahal Tamara rela datang dari Bali hanya untuk hadir di sana karena pihak kakaknya menjanjikan akan hadir juga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya saya sangat kecewa, karena kemarin kan dibilang tanggal ini kakak saya yang menuntut saya Rp 34 M datang. Dia tidak datang. Kemarin pun saya ke sini, dia tidak datang. Sangat kecewa ya, karena Rp 34 M itu bukan main-main. Saya seperti merasa dipermainin. Saya bolak-balik dari Bali ninggalin anak saya, ninggalin kerjaan saya," kata Tamara Bleszynski
Mengenai syarat yang diajukan, pihak Tamara merasa itu merupakan masalah yang berbeda dengan apa yang tengah terjadi di antara mereka. Menurut kuasa hukumnya, Djohan, masalah hotel telah merugikan kliennya, karena ada kebijakan manajemen hotel yang tak berpihak kepada Tamara.
"Mau damai cabut laporan di Jawa Barat? Itu dua kotak yang terpisah. Buat kami, urusan Jawa Barat adalah hal lain. 10 hari yang lalu, kami mendapat laporan keuangan, ini baru kami dapatkan sekian belas tahun. Berdasarkan arahan dari penyidik di Polda Jawa barat. Setelah kami buka, contoh gaji karyawan per tahun, naik. Tapi bayar pajak gaji, PPh 21, makin lama makin kurang. Bahkan ada di tahun-tahun tertentu, nggak ada bayar pajak sama sekali atas pembayaran gaji. Itu yang kami baca apa yang dicatat," kata Djohansyah ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/3/2023).
Pihak Tamara pun meminta agar hotel peninggalan ayahnya harus dijual. Hal itu supaya tak diwariskan kepada anak-anak Tamara karena hotel tersebut memiliki utang yang besar.
Di sisi lain, hotel peninggalan ayahnya diganti namanya oleh manajemen. Sehingga, Tamara merasakan kesal.
"Namanya hotel Bukit Indah Puncak didirikan oleh almarhum bapak saya, bapak saya tahun 1973. Ternyata ketika saya Google, Google Maps dan search, diganti oleh pihak manajemen menjadi hotel Murah Puncak. Nama saja diganti-ganti apa. Bukannya kecewa lagi," kata Tamara Bleszynski.
Tamara juga sempat mendatangi hotel tersebut. Tamara meminta warisan ayahnya harus dibagi secara rata.
"Sedih ya, karena apa yang saya perjuangkan sekarang ini adalah menjalankan warisan, amanah mendiang almarhum ayah saya. Yang sudah 21 tahun tidak terlaksana, dan saya sudah bilang berkali-kali, warisan itu harus dibagi, bukan didiamkan seperti ini. Terus-menerus dengan berbagai alasan. Dan ahli waris itu bukan hanya saya saja. Ada anak-anak dari mendiang kakak saya, ahli waris itu penting, nggak bisa itu bilang 'oh punya saya', nggak bisa," kata Tamara Bleszynski.
"Selain saya dituntut Rp 34 miliar oleh abang saya sendiri, dia juga meminta untuk menyita warisan saya," pungkasnya.
(ass/aay)