Tragedi Kanjuruhan bermula saat suporter Arema FC menyerbu lapangan usai timnya kalah lawan Persebaya. Pihak kepolisian pun menghalau kerumunan dengan menembakkan gas air mata.
Aksi yang dilakukan oleh pihak kepolisian pun kini disorot. Apalagi diketahui, larangan penggunaan gas air mata diatur oleh FIFA melalui FIFA Stadium Safety and Security Regulations.
Pada pasal 19 b) tertulis, 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used'. Bunyi aturan ini intinya senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edy Khemod, yang merupakan drummer band Seringai, menyoroti hal tersebut. Dalam sejumlah kicauannya di Twitter, ia mengungkap kekecewaannya karena gas air mata juga ditembakkan ke arah tribun.
"Yang membenarkan polisi nembak gas air mata ke tribun, fight me!" tulis Edy Khemod.
Sang drummer juga membandingkan tragedi kanjuruhan dengan insiden yang terjadi di AACC Bandung tahun 2008. Kala itu 11 orang meninggal dan membuat perwira polisi dicopot dari jabatannya.
"Saat tragedi 11 org meninggal di AACC Bandung tahun 2008, perwira polisi dicopot, EO ditahan, dan acara musik dihentikan. Padahal tdk ada kerusuhan," tulisnya
"Skrg di kejadian ini, kompetisi dihentikan hanya seminggu? Polisi tdk ada yg tanggung jawab?" tanya Edy Khemod.
Edy Khemod kemudian juga merespons salah satu netizen yang bertanya solusi yang harus dilakukan oleh pihak kepolisian jika terjadi kerusuhan. Ia pun menegaskan hal yang utama adalah tetap sesuai dengan aturan FIFA soal pelarangan gas air mata.
"Kalau suporter rusuh dan sampe masuk lapangan bakar-bakar gitu polisi harus gimana? Diajak nyanyi Indonesia Raya kayak Roy Suryo dulu?" tanya sang netizen.
"Biarin dulu yg 3000 org masuk lapangan, tahan mereka ga merusuh keluar lapang. Selamatkan penonton yg emang ga rusuh untuk keluar lapangan dgn tenang. Dan nomor satu sesuai aturan Fifa, no tear gas," jawab Edy Khemod.
Hingga kini sebanyak 127 orang dinyatakan tewas karena tragedi Kanjuruhan. Dua di antaranya anggota polisi dan 125 orang merupakan suporter Arema. Selain itu, 180 korban luka-luka hingga kini masih dirawat di rumah sakit.
(dal/dar)