Tidak tahu apakah semua detikers mengalami, sebuah momen ngobrol dengan kakek di ruang tengah. Mendengarkan beliau bercerita tentang banyak hal-hal baik tentang kehidupan, atau bagaimana sebaiknya sebuah hidup dijalankan.
Beberapa ada yang berkenan menceritakan masa mudanya yang begitu seru, kadang berantakan. Sebagian lainnya tidak karena berbagai alasan. Si kakek juga biasanya tak lagi sungkan bicara soal Ketuhanan dan kematian. Para anggota keluarga yang lebih muda, cucu dan lainnya mendengarkan dengan santai, hangat dan sesekali tertawa.
Perasaan itu yang dirasakan saat detikHOT bicara dengan Deddy Mizwar. Aktor kawakan yang memulai aktingnya sejak 1976, dan dia pun juga seorang kakek. Berbicara panjang yang tentu saja didominasi oleh cerita-cerita film, tapi tidak disangka banyak hal lain yang disampaikan tentang bagaimana seorang Deddy Mizwar melihat kehidupan, polemik, kebangsaan dan hari akhirnya saat dirinya berpulang.
Karakter opung, dalam salah satu film paling populernya, yang kini sudah sampai pada babak trilogi, Nagabonar (1987), 'Nagabonar Jadi 2 (2007) dan Naga Naga Naga (2022), tegas mengatakan bahwa dalam kalimat-kalimatnya tentang perbedaan memang dapat melahirkan polemik, tapi di sisi lain justru seharusnya sebagai penghalang terjadinya pecah-belah.
"Perbedaaan pendapat tidak harus menjadi permusuhan. Justru bagaimana perbedaan ini diramu untuk menyatukan. Kalau hidup lempeng-lempeng banget nggak asik kan ya. Di situlah dinamikanya, Allah ciptakan perbedaan. Dan itu yang selalu dimunculkan di film-film saya, bagaimana perbedaan tadi menciptakan konflik, tapi konflik tadi diramu jadi cinta yang bisa mengatasi segalanya. Termasuk cinta pada bangsa ini pada negeri ini, apapun persoalannya bisa kita atasi kalau ada cinta. Bukan menggerogoti negeri ini, bukan melakukan korupsi atas apa yang ada di negeri ini."
"Di film Naga Naga Naga, kami memunculkan relasi dialog tiga generasi yang barangkali tidak pernah kita lakukan. Bisa memahami posisi masing-masing dan bersama-bersama membangun bangsa ini. Dengan cara pikir dan tindakan masing-masing. Cucunya bisa berpikiran apa, bapak atau ibunya melihatnya bagaimana, terus si opung tadi ternyata bisa mendukung dengan cara apa. Ini jadi indah, penuh konflik yang diwarnai oleh cinta. Konflik yang tinggi tapi ekspresi dari cinta, bukan kebencian."
Hal lain Deddy Mizwar yang sejak dulu selalu dia sampaikan baik dalam karya maupun kehidupan sehari-hari adalah soal keagamaan. Banyak artikel menyebutkan bahwa Deddy Mizwar menjadi orang yang paling bertanggung jawab dari populernya sinetron religi di awal kemunculan, Abu Nawas (1993), Lorong Waktu (1996), Kiamat Sudah Dekat (2005) hingga yang sampai saat ini, kurang lebih sepanjang 15 tahun masih mengudara, Para Pencari Tuhan.
"Sinetron religi itu juga karena sebuah keresahan. Bahwa Indonesia itu banyak masyarakat yang beragama islam, apa nggak ada tontonan buat keluarga Islam? Keresahan ini yang mau gue buktikan akan ditonton masyarakat secara luas. Di Abu Nawas, lo nggak harus bayar gue sebagai produser, lo bayar gue sebagai aktor. Di Lorong Waktu, karakternya anak pemberani dan cerdas yang terus belajar agama. Sebetulnya ini nggak sepenuhnya agama, tapi etika pergaulan dan kehidupan sehari-hari. Misalnya, dia ketemu Malin Kundang dibilang jangan jadi anak yang durhaka sama orang tua. Tapi, orangtua juga jangan mudah menyumpahi anak. Ini semua tentang bagaimana materi jadi energi dan kembali jadi materi."
(mif/nu2)