Lorong Waktu Deddy Mizwar

Hot Questions

Lorong Waktu Deddy Mizwar

M. Iqbal Fazarullah Harahap - detikHot
Rabu, 29 Jun 2022 11:43 WIB
Jakarta -

Tidak tahu apakah semua detikers mengalami, sebuah momen ngobrol dengan kakek di ruang tengah. Mendengarkan beliau bercerita tentang banyak hal-hal baik tentang kehidupan, atau bagaimana sebaiknya sebuah hidup dijalankan.

Beberapa ada yang berkenan menceritakan masa mudanya yang begitu seru, kadang berantakan. Sebagian lainnya tidak karena berbagai alasan. Si kakek juga biasanya tak lagi sungkan bicara soal Ketuhanan dan kematian. Para anggota keluarga yang lebih muda, cucu dan lainnya mendengarkan dengan santai, hangat dan sesekali tertawa.

Perasaan itu yang dirasakan saat detikHOT bicara dengan Deddy Mizwar. Aktor kawakan yang memulai aktingnya sejak 1976, dan dia pun juga seorang kakek. Berbicara panjang yang tentu saja didominasi oleh cerita-cerita film, tapi tidak disangka banyak hal lain yang disampaikan tentang bagaimana seorang Deddy Mizwar melihat kehidupan, polemik, kebangsaan dan hari akhirnya saat dirinya berpulang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karakter opung, dalam salah satu film paling populernya, yang kini sudah sampai pada babak trilogi, Nagabonar (1987), 'Nagabonar Jadi 2 (2007) dan Naga Naga Naga (2022), tegas mengatakan bahwa dalam kalimat-kalimatnya tentang perbedaan memang dapat melahirkan polemik, tapi di sisi lain justru seharusnya sebagai penghalang terjadinya pecah-belah.

deddy mizwardeddy mizwar Foto: Rifky/detikHot

"Perbedaaan pendapat tidak harus menjadi permusuhan. Justru bagaimana perbedaan ini diramu untuk menyatukan. Kalau hidup lempeng-lempeng banget nggak asik kan ya. Di situlah dinamikanya, Allah ciptakan perbedaan. Dan itu yang selalu dimunculkan di film-film saya, bagaimana perbedaan tadi menciptakan konflik, tapi konflik tadi diramu jadi cinta yang bisa mengatasi segalanya. Termasuk cinta pada bangsa ini pada negeri ini, apapun persoalannya bisa kita atasi kalau ada cinta. Bukan menggerogoti negeri ini, bukan melakukan korupsi atas apa yang ada di negeri ini."

ADVERTISEMENT

"Di film Naga Naga Naga, kami memunculkan relasi dialog tiga generasi yang barangkali tidak pernah kita lakukan. Bisa memahami posisi masing-masing dan bersama-bersama membangun bangsa ini. Dengan cara pikir dan tindakan masing-masing. Cucunya bisa berpikiran apa, bapak atau ibunya melihatnya bagaimana, terus si opung tadi ternyata bisa mendukung dengan cara apa. Ini jadi indah, penuh konflik yang diwarnai oleh cinta. Konflik yang tinggi tapi ekspresi dari cinta, bukan kebencian."

Hal lain Deddy Mizwar yang sejak dulu selalu dia sampaikan baik dalam karya maupun kehidupan sehari-hari adalah soal keagamaan. Banyak artikel menyebutkan bahwa Deddy Mizwar menjadi orang yang paling bertanggung jawab dari populernya sinetron religi di awal kemunculan, Abu Nawas (1993), Lorong Waktu (1996), Kiamat Sudah Dekat (2005) hingga yang sampai saat ini, kurang lebih sepanjang 15 tahun masih mengudara, Para Pencari Tuhan.

deddy mizwardeddy mizwar Foto: Rifky/detikHot

"Sinetron religi itu juga karena sebuah keresahan. Bahwa Indonesia itu banyak masyarakat yang beragama islam, apa nggak ada tontonan buat keluarga Islam? Keresahan ini yang mau gue buktikan akan ditonton masyarakat secara luas. Di Abu Nawas, lo nggak harus bayar gue sebagai produser, lo bayar gue sebagai aktor. Di Lorong Waktu, karakternya anak pemberani dan cerdas yang terus belajar agama. Sebetulnya ini nggak sepenuhnya agama, tapi etika pergaulan dan kehidupan sehari-hari. Misalnya, dia ketemu Malin Kundang dibilang jangan jadi anak yang durhaka sama orang tua. Tapi, orangtua juga jangan mudah menyumpahi anak. Ini semua tentang bagaimana materi jadi energi dan kembali jadi materi."

"Karena pada dasarnya, setiap orang mencari Tuhannya masing-masing. Akan selesai kalau dia mati. Setiap orang begitu, dari generasi ke generasi. Coba renungkan, ada impian mau punya mobil mewah, kepikiran siang-malam, jadi Tuhan kita itu mobil. Begitu dapet mobil, biasa aja. Awalnya Tuhan jadi bukan Tuhan. Popularitas jadi Tuhan kita, mati-matian bikin konten begini-begitu. Setelah dapat? Kayaknya nggak membahagiakan kita juga, biasa aja. Proses mencari Tuhan yang sesungguhnya mestinya jalan ke sana, karena pada dasarnya manusia itu 'hanif', yaitu cenderung berbuat baik. Dia dilahirkan dengan komitmen menyembah Tuhannya, bukan menyembah selain Tuhannya. Apa yang buruk belum tentu selamanya buruk. Yang baik belum tentu selamanya baik. Mungkin juga kadang kejeblos jadi buruk. Itulah proses pencarian Tuhan, turun-naik."

Di kantor rumah produksi miliknya, Citra Sinema, Kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Deddy berhenti sejenak. Meneguk air putih, membakar rokok herbal miliknya, lalu kemudian lanjut bercerita. Kali ini keresahannya tentang pemerintah. Mungkin terdengar klise bagi sebagian orang, akan tetapi, untuk seorang aktor, produser dan sutradara yang sudah berkarir selama 46 tahun, terlibat di lebih dari 50 judul film panjang, lebih dari 16 serial dan puluhan penghargaan terbaik, kekecewaan itu benar adanya. Ya, bisa saja sekarang sudah berubah menjadi kejengkelan, atau mungkin kerelaan.

"Film itu ada pemerintah yang urus atau nggak, ya dia tetap ada. Pemerintah nggak urus, dia bakal hidup terus. Sekarang nggak diurus, sudah bagus. Kalau diurus? Jauh lebih bagus. Kalau di beberapa negara maju lebih diurus, kayak Korea, India, Amerika. Di Indonesia belum? Nggak masalah. Inilah wajah kita. Pemerintah itu ekspresi wajah kita, gambaran wajah kita, pemerintah sekarang ya wajah kita. Dia rusak ya wajah kita yang rusak, yang milih kita. Apapun yang terjadi film, kita jalan saja. Nanti kan mereka yang bertanggung jawab atas amanah yang didapatkan, jangan sampai menangis. Makanya kita ingatkan lewat film-film kita, harus menciptakan sebuah inspirasi buat orang untuk lebih baik. Jangan inspirasi buat lebih jahat."

deddy mizwardeddy mizwar Foto: Rifky/detikHot

Terdengar politis, opung, apakah memang begitu?

Setiap teguk air yang kita minum, nasi yang kita suap setiap hari, itu keberadaanya ditentukan oleh yang membuat kebijakan politik. Jadi kalau kita berkontribusi pada urusan politik yang lebih baik kan nggak apa-apa. Karena politik juga ilmu yang Allah ciptakan, bukan setan yang ciptakan, tapi banyak setan yang menggunakan. Politik itu tidak salah, manusia yang menggunakannya yang bisa salah tapi bisa juga benar. Nabi juga menggunakan ilmu politik. Tapi menggunakan ilmu politik yang benar. Kita harus berpolitik, tanpa harus menjadi pejabat publik. Tapi, politik yang benar."

detikHOT kemudian menanyakan, adakah keputusan yang dia sesali dan ingin diubah di masa lalu? Atau setidaknya, jika lorong waktu itu benar ada seperti karangannya, apa yang Deddy Mizwar 67 tahun hari ini, ingin sampaikan pada Deddy Mizwar di masa muda?

"Tidak perlu ada yang kita sesali, tapi banyak perlu yang kita perbaiki. Karena masa lalu nggak bisa diubah. Apakah sekarang sudah baik? Mungkin lebih baik tapi belum baik. Karena kebaikan harus terus dilakukan apapun yang terjadi. Nabi Muhammad SAW yang sudah dijamin surga, salatnya lebih lama dari kita. Makanya, endgame dan impian semua orang beriman adalah Husnul Khatimah nggak ada yang lebih dari itu. Nggak perlu dikenang-kenang sama manusia, tapi barangkali dicintai makhluk-makhluk langit."


Hide Ads