5. Karya dan Penghargaan
Dia tidak hanya menulis sajak namun juga cerpen, esai, dan resensi puisi. Sajak-sajaknya diterbitkan di media cetak dalam negeri, maupun luar negeri.
Pada 1989, Wiji Thukul diundang membaca puisi oleh Goethe Institut di aula Kedutaan Besar Jerman di Jakarta. Ia juga tampil di Pasar Malam Puisi yang diselenggarakan Erasmus Huis di Pusat Kebudayaan Belanda, Jakarta, pada 1991.
Di tahun yang sama, Wiji Thukul menerima Wertheim Encourage Award dari Wertheim Stichting di Negeri Belanda. Bersama WS Rendra, Wiji Thukul menjadi penerima hadiah pertama sejak yayasan tersebut didirikan untuk menghormati sosiolog dan ilmuwan Belanda, WF Wertheim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
6. Jargon 'Hanya Ada Satu Kata: Lawan!'
Jargon 'Hanya Ada Satu Kata: Lawan!' identik dengan nama Wiji Thukul sekaligus menjadi simbol perjuangan yang selama ini dilontarkan pria asal Solo tersebut.
Kata lawan terpengaruh dari puisi berjudul Sumpah Bambu Runcing karya Pardi, temannya di teater Jagat, seakan menjadi roh bagi kebangkitan jiwa-jiwa yang ingin melawan rezim otoriter dan militerisme Orde Baru.
7. Misteri Keberadaan Wiji Thukul
Komisi untuk Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) pada 2000 mengumumkan nama Wiji Thukul sebagai salah satu dari 13 orang yang hilang menjelang rezim Orde Baru. Sejak dinyatakan hilang, tidak ada yang tahu kabar maupun makamnya. Tak ada yang tahu juga, apakah ia masih hidup atau sudah tiada.
Simak Video "Kabar Duka! Istri Penyair Wiji Thukul Meninggal Dunia"
[Gambas:Video 20detik]
(tia/pus)