Di Amerika Serikat, isu mengenai pelarangan buku melonjak secara nasional sejak dua tahun terakhir. Kini ratusan penulis hingga asosiasi penerbit mendesak pemerintah dan semua anggota komunitas untuk melawan pengekangan tersebut.
Di antara ratusan penulis yang mendukung pengumuman American Library Association dan Association of American Publishers, ada nama Salman Rushdie, Cheryl Strayed hingga Ibram X.
Dilansir dari berbagai sumber, mereka mendesak pemerintah bertepatan dengan peringatan 70 tahun kebebasan membaca di AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menegaskan komitmen terhadap deklarasi Juni 1953, yang mencakup proposisi seperti 'Ini demi kepentingan umum bagi penerbit dan pustakawan untuk menyediakan keragaman pandangan dan ekspresi seluas-luasnya, termasuk tidak ortodoks, tidak populer atau dianggap berbahaya oleh mayoritas," tulis pernyataan mereka, seperti dilansir detikcom.
Menurut keterangan asosiasi, industri buku di AS mengalami gelombang penyensoran di sekolah, perpustakaan, dan toko buku, yang menargetkan buku fiksi dan nonfiksi.
"Pernyataan Kebebasan Membaca tetap menjadi pertahanan penting untuk kebebasan di AS, untuk menulis, menerbitkan, dan bertanya," sambungnya lagi.
Pendukung inisiatif ini juga termasuk di antaranya Jennifer Egan, Ron Chernow, Jodi Picoult, bersama dengan organisasi seperti Penguin Random House, Simon & Schuster, Authors Guild, dan American Booksellers Association.
Sebelumnya, Salman Rushdie muncul lagi ke publik setelah 9 bulan pulih dari percobaan pembunuhan. Dia menerima penghargaan di AS dengan penampilan mata sebelah kanannya buta.
Menurut penuturan Salman Rushdie, "Kita hidup di saat, saya pikir, di mana kebebasan berekspresi, kebebasan untuk menerbitkan dalam hidup saya belum pernah berada di bawah ancaman seperti itu di negara-negara Barat."
"Sekarang saya tinggal di sini, di AS, saya harus melihat serangan yang luar biasa terhadap perpustakaan, dan buku untuk anak-anak di sekolah," katanya.
Dia pun melanjutkan, "Serangan terhadap ide perpustakaan itu sangat mengkhawatirkan dan kita harus menyadarinya. Kita harus melawannya sangat keras."
Salman Rushdie selama bertahun-tahun bersembunyi di bawah perlindungan polisi setelah Ayatollah Agung Ruhollah Khomeini dari Iran mengeluarkan fatwa atau dekrit di 1989. Dia mengumumkan kematiannya atas dugaan penistaan terhadap novel The Satanic Verses.
(tia/wes)