Sebagai pembaca setia novel John Grisham, Todung Mulya Lubis berniat menulis novel-novel dengan menimba dari pengalamannya dalam berbagai kasus hukum selama lebih dari 40 tahun berkarier sebagai advokat. Sebagai langkah awal, advokat yang kini menjabat Duta Besar RI untuk Norwegia itu merilis novel perdananya, Menunda Kekalahan, Rabu (11/8/2021).
"Saya ini punya obsesi untuk menjadi novelis seperti John Grisham, dari dulu saya selalu katakan itu. Ini langkah pertama untuk mengangkat pengalaman-pengalaman faktual saya di lapangan sebagai praktisi hukum ke panggung sastra," kata Todung.
"Saya ingin menulis novel yang lebih populer, yang lebih mudah dibaca, mudah dicerna. Mudah-mudahan ada tempatnya dalam belantika sastra Indonesia," lanjutnya.
Baca juga: Dua Isapan Kretek |
Dalam dunia penulisan, master dan doktor hukum lulusan Berkeley dan Harvard, Amerika itu sudah menerbitkan kumpulan puisi Pada Sebuah Lorong (1968), Sudah Waktunya Kita Membaca Puisi (1999), dan Jam-Jam Gelisah (2006). Sejak 2009 dia juga menerbitkan tiga jilid Catatan Harian.
Disertasinya In Search of Human Rights: Legal-Political Dilemmas of Indonesia's New Order 1966-1990 menjadi buku rujukan hak asasi manusia karena merupakan buku tentang HAM pertama di masa Orde Baru.
Novel Menunda Kekalahan berlatar kisah nyata kasus 'Duo Bali Nine', Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Todung pernah menjadi penasihat hukum kedua warga Australia yang divonis mati itu karena didakwa menyelundupkan narkoba dari Bali ke Ausralia pada 2005. Pemerintah Australia dan para aktivis di sana meminta Todung memperjuangkan agar vonis mati bisa dihindari.
"Pendidikan hukum bisa dilakukan melalui teater, drama, atau juga novel. John Grisham menulis banyak sekali kasus-kasus hukum dalam bentuk novel yang menurut saya pembacanya cukup banyak. Itu bagian dari proses pendidikan hukum yang menurut saya tidak konvensional," lanjut Todung.
Ia mengaku menggunakan judul Menunda Kekalahan karena terinspirasi dari salah satu kalimat dalam sajak Derai-derai Cemara karya Chairil Anwar: "Hidup Hanya Menunda Kekalahan".
Karena selama pandemi tak banyak aktivitas di luar rumah, penulisan novel tersebut cuma butuh waktu enam bulan. Todung menjanjikan, Menunda Kekalahan bukan novel satu-satunya yang ditulis. Masih banyak kisah terkait isu-isu hukum yang akan ditulisnya dalam bentuk novel.
"Ada beberapa yang menarik dan layak dituliskan kembali dalam bentuk novel," janjinya.
(jat/aay)