Menyusul kesuksesan novel Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982, novelis asal Korea Selatan Cho Nam-Joo merilis karya terbaru berjudul Saha Mansion.
Saha Mansion tak sekadar novel fiksi belaka atau sentilan kritik sosial yang ada di negara asal sang penulis. Saha Mansion lebih dari hal itu semua.
Berikut 3 hal penting soal novel Saha Mansion karya novelis Cho Nam-Joo yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama dan sistem pre order masih berlangsung sampai 18 Maret 2021, seperti dirangkum detikcom dari hasil wawancara eksklusif:
1. Terinspirasi Pemukiman Kumuh di Hong Kong
Kepada detikcom, Cho Nam-Joo menuturkan novel Saha Mansion terinspirasi dari Kowloon Walled City atau pemukiman kumuh terakhir di Hong Kong yang sudah dirobohkan pada 1993.
"Tempat itu mirip dengan Saha Mansion karena tempat itu adalah permukiman kumuh terakhir di mana pengaruh pemerintah tidak terasa dan orang-orang terbuang hidup bersama," kata Cho Nam-Joo.
Untuk mewujudkan pemukiman kumuh tersebut, Cho Nam-Joo meriset foto dan video dari kawasan tersebut, bagaimana kondisi rumah, apartemen biasa, kawasan pembangunan, dan konstruksinya.
2. Fiksi tapi Realistis
Saha Mansion tak sekadar cerita fiksi. Cho Nam-Joo meramunya menjadi kisah yang realistis karena mengacu pada berbagai kejadian yang pernah terjadi di dunia nyata.
"Kerangka-kerangka seperti "Town" dan "Saha Mansion" ditempatkan dalam kenyataan dan masyarakat masa kini. Tergantung kerangkanya, mungkin ada bagian-bagian yang terlihat jelas, tetapi ada juga bagian-bagian yang tersembunyi," kata Cho Nam-Joo.
![]() |
Tapi mungkin saja, ada bagian-bagian yang sudah hidup di tengah kenyataan yang bermasalah.
"Apa yang terjadi di Town dan Mansion adalah hal-hal yang juga terjadi di tengah kehidupan nyata," sambungnya.
3. Sentil Kondisi Sosial
Di Korea, masih ada beberapa istilah kelas sosial yang seakan masih hidup sampai sekarang. Misalnya saja istilah-istilah seperti 'heuksujo' yang arti harfiahnya 'sendok-sumpit tanah' (arti: golongan kelas bawah) dan 'generasi N-po' (arti: generasi yang sudah menyerah pada beberapa hal) masih populer.
Konon, jenjang sosial lenyap ketika ujian bar ditiadakan, SMA-SMA khusus dihapus, dan harga real estat meroket. Tapi masih banyak banyak perbedaan pendapat menyangkut isu pekerja migran dan pekerja lepas.
"Semua orang berpikir jenjang sosial masih ada. Setiap kali menonton siaran berita, banyak hal yang terpikirkan olehku. Apakah masyarakat di mana orang-orang dengan mudah berpindah-pindah kelas adalah masyarakat yang sehat? Apakah masyarakat di mana tujuan hidup semua orang adalah memanjat tangga sosial adalah masyarakat yang sehat?" katanya.
Simak Video "Adu Balas Once dan Ahmad Dhani soal Larangan Nyanyikan Lagu Dewa 19"
[Gambas:Video 20detik]
(tia/doc)