Ingat dengan novel Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982 yang sukses diadaptasi ke film dan dibintangi oleh Jung Yu Mi dan Gong Yoo?
Novel yang ditulis oleh Cho Nam-Joo saat perilisannya menuai kontroversi di Korea Selatan. Kini Cho Nam-Joo merilis karya terbaru berjudul Saha Mansion dan versi bahasa Indonesia diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU) bulan ini.
Kali ini, spotlight culture detikHOT bakal membahas mengenai sosok Cho Nam-Joo dan novel terbaru Saha Mansion sepanjang hari ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam wawancara kepada detikcom yang diterjemahkan oleh Iingliana, Cho Nam-Joo menjawab pertanyaan yang diajukan.
Cho Nam-Joo menulis Saha Mansion sejak Maret 2012. Ada berbagai pertimbangan dari kebijakan negaranya yang membuat novelis yang dulunya berprofesi sebagai mantan penulis naskah televisi menulis cerita tersebut.
"Saat itu ada kekhawatiran karena fasilitas umum seperti listrik, gas, dan air akan beralih ke tangan perusahaan swasta," tutur Cho Nam-Joo kepada detikcom.
![]() |
Saat itu, warga Korea Selatan turun ke jalan ketika Trade Facilitation Agreement (FDA) antara Korea dan Amerika Serikat disetujui pada 2011.
"Sepertinya aku merasa khawatir tentang apakah aku bisa hidup dengan normal di sini dan apakah aku masih bisa menikmati hak-hak mendasar di dalam jaring pengaman sosial minimum. Gagasan itulah yang mengawali penulisan novel ini," kata Cho Nam-Joo.
Baca juga: Pasar Novel Asia Mulai Menjamur di Indonesia |
Judul novel Saha Mansion diakui oleh Cho Nam-Joo terinspirasi dari Republik Sakha yang merupakan bagian dari Federasi Rusia. Konon, Republik Sakha adalah wilayah dengan suhu udara terendah yang ditempati oleh manusia.
Suhu udara terendah dari Republik Sakha bisa mencapai -70 derajat Celcius dan suhu tertinggi bisa lebih dari 30 derajat Celcius. Wilayah tersebut punya perbedaan suhu mencapai 100 derajat.
(Bagaimana perjalanan Cho Nam-Joo dalam menulis Saha Mansion. Simak halaman berikutnya)
Simak Video "Video: aespa Resmi Comeback dengan Lagu 'Dirty Work'"
[Gambas:Video 20detik]