Sepeninggal budayawan Ajip Rosidi, ada banyak pekerjaan rumah yang diteruskan kepada keluarga. Tapi ada satu cita-cita yang belum tercapai sampai sekarang.
Hal itu diungkapkan oleh putri mendiang Ajip Rosidi, Titi Surti Nastiti, saat menerima IKAPI Awards dari penyelenggara Indonesia International Book Fair (IIBF) 2020 edisi virtual.
"Beberapa hari yang lalu, saya dihubungi karena ayah saya mendapatkan awards dari IKAPI di kategori literacy promotor. Saya mewakili keenam putra dan putri, meninggalnya ayah saya 19 Juli lalu bukan berarti berhenti pekerjaannya. Ada banyak sekali pekerjaan yang belum selesai," ungkap Titi Surti Nastiti saat menerima penghargaan via Zoom di pembukaan IIBF 2020, Senin (28/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebutkan pekerjaan rumah yang kembali diteruskan di antaranya adalah perpustakaan pribadi sang ayah, Pusat Studi Sunda, dan Hadiah Sastra Rancage.
"Itulah yang terus dijalankan walau pun bapak tidak ada. Jadi memang ada satu hal yang berhubungan dengan pemerintah, bapak pernah berkata di mana-mana mengenai pajak kertas yang mahal. Itu selalu disampaikan kepada kami juga," tuturnya.
"Itulah yang menyebabkan harga buku di Indonesia mahal dan masyarakat tidak bisa membeli buku. Saya cuma minta kepada pemerintah, agar pajak kertas diturunkan atau tidak ada pajak lagi buat kertas," sambung Titi Surti Nastiti lagi.
Dengan tidak adanya pajak kertas, lanjut Titi, maka harga buku akan turun. Sayangnya cita-cita sang ayahanda belum bisa terlaksana sampai sekarang.
Nama Ajip Rosidi sepanjang hidupnya tidak pernah terlepas dari dunia buku dan literasi. Sejak SMP atau di dekade 1950-an, ia sudah menulis karya sastra yang dimuat di Mimbar Indonesia.
Buku pertama Ajip Rosidi yang berjudul Tahun-tahun Kematian rilis di usianya yang menginjak angka 17 tahun. Sepanjang kariernya, Ajip Rosidi menulis lebih dari 200 judul buku dalam bahasa Indonesia dan Sunda.
Ajip Rosidi juga pernah dipercaya memegang jabatan Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) selama dua periode dan menggagas Hadiah Sastra Rancage.
Sejak Agustus 2015, Ajip Rosidi mendirikan perpustakaan dan Pusat Studi Sunda di Bandung. Perpustakaannya juga menyimpan puluhan ribu judul buku, koran, dan arsip yang merupakan koleksi hibah pribadi.
Baca juga: Sisi Lain Ajip Rosidi di Mata Sahabat |
(tia/dar)