Sejak awal penampilan, Gus Mus kerap berkelakar mengenai kelakuannya. Ia menyebut bakal membacakan 18 puisi, sajak pertama yang dibacakan adalah 'Hanien'.
Dilanjutkan dengan 'Mulut'. "Ini sajak untuk orang tua, judulnya mulut atau kalau sekarang jempol," kelakar Gus Mul lagi dari atas panggung di pelataran timur Menara Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (29/6/2019) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelakar Gus Mus belum selesai juga, ketika menyelesaikan dua puisinya ia segera turun ke tangga yang dikira akan selesai. Seorang panitia menghampirinya namun ternyata ia masih melanjutkan pembacaan puisi.
"Saya bilang kan 18 puisi, toh," ucapnya yang disambut gelak tawa penonton.
Melanjutkan aksinya, ia kembali mengingat mengenai sejarah dari Kudus yang disebut Kota Wali. "Ini lokasi yang sangat bersejarah, kita dilihat Kanjeng Sunan Kudus. Karena itu saya perlu membacakan puisi saya 'Tadarus' untuk Sunan Kudus," tutur Gus Mus.
Dimulai dari basmallah, lantunan ayat suci Alquran digubah menjadi sajak-sajak puisi. Karya sang 'penyair balsem' dengan suaranya yang khas saat membacakan tilawatil Quran membuat siapapun yang mendengar terpana.
"Idzaa zulzilatil-ardhu zilzaalahaa, wa akhrajatil-ardhu atsqaalahaa, waqaala-insaanu maa lahaa. Ketika bumi diguncang dengan dahsyatnya dan bumi memuntahkan isi perutnya. Dan manusia bertanya-tanya: Bumi itu kenapa?" ucap pemimpin pondok Pesantren Roudltut Tholibin di Rembang, Jawa Tengah.
Di akhir panggung, Gus Mus kembali berkelakar atau mungkin bisa dibilang sebagai kritikan pada masyarakat yang sibuk dengan urusan dunia.
"Telah selesai ayat-ayat dibaca, telah sirna semua tilawahnya. Marilah kita ikuti acara selanjutnya, masih banyak urusan dunia yang belum selesai. Masih banyak urusan yang belum tercapai. Masih banyak keinginan yang belum tergapai. Marilah kembali berlupa, insyaallah kiamat masih lama," ujar Gus Mus.
Puisi-puisi Gus Mus memang dikenal tajam dan menyentil. Ia kerap mengkritik dan menyindir tingkah beragama masyarakat luas, juga soal sosial-politik. Misalnya saja dalam syair yang hanya terdiri dalam satu kalimat 'Tuhan, Kami Sangat Sibuk'.
Sebutan 'penyair balsem' juga disematkan terhadap dirinya. Karya-karyanya kerap panas namun berkhasiat mengobati. Meski sajaknya selalu menyentil namun pembawaannya yang teduh membuat kritikannya bisa diterima siapapun.
Tonton video 'Presiden Penyair Indonesia Bicara Soal Penyair Muda':
(tia/kmb)