Mantan Pemimpin Agung Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini mengucapkan ancaman untuk Salman pada 14 Februari 1989. Novel keempat sang penulis menceritakan tokoh utama yang bernama Mahound (yang kemungkinan besar merujuk pada Muhammad) diceritakan secara kilas balik paralel dengan dua tokoh utama lainnya Gibreel Farishta dan Saladin Chamcha.
Sebagian ceritanya terinspirasi dari kisah hidup Muhammad. Namun bagi umat muslim, novelnya dianggap penuh SARA hingga tak boleh beredar di India dan menyulut kerusuhan di Pakistan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat itu saya berusia 41 tahun, sekarang 71 tahun. Sekarang semuanya baik-baik saja," ujarnya ketika diwawancarai AFP seperti dilansir detikHOT, Kamis (14/2/2019).
Selama hidup bersembunyi, ia menggunakan nama samaran dan jarang muncul ke hadapan publik. Namun tiga tahun setelah ancaman matinya dicabut pada 11 September 2001 ia mulai muncul lagi di berbagai acara.
"Kita hidup di dunia yang kadang subyek berubah dengan sangat cepat. Ini adalah subyek yang sangat tua. Sekarang ada banyak hal lain yang perlu ditakutkan dan orang lain bisa saja dibunuh," ujarnya.
Pasca novelnya kontroversi tersebut, Salman Rushdie juga menerbitkan 'The Golden House' sebagai buku ke-18. Bukunya menceritakan tentang seorang pria dari Mumbai yang berada di Big Apple dalam upaya untuk melepaskan masa lalunya.
Ada tahun-tahun gelap kerusuhan, bom yang meledak, pembunuhan salah satu penerjemah buku, penembakan, penikaman dua orang lain. "Itu terasa seperti waktu yang sangat lama. Salah satu hal yang terjadi orang-orang di Barat lebih terinformasi dibandingkan negara lain," pungkasnya.
(tia/nu2)