Bertepatan dengan pembukaan pameran Voice Against Reason, Museum MACAN menggelar pertunjukan wayang eksperimental pada 18-26 November 2023. Pentas berjudul Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang diciptakan oleh Jumaadi dan The Shadow Factory.
Pertunjukan wayang inovatif ini menampilkan ratusan wayang kertas dalam berbagai ukuran dan bentuk-setiap wayang kertas mewujudkan sebuah potongan peristiwa. Dimainkan oleh dua orang pawang bayang-bayang di atas dua mesin Overhead Projector, diiringi dengan musik eksperimental.
Dalam keterangan kepada detikcom, karyanya sudah dikomisi oleh Museum MACAN. Karyanya diadaptasi dari kisah 823 pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia yang diasingkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda ke Boven Digoel, Papua, pada 1926.
Para pejuang ini beralih ke musik dan seni untuk mempertahankan semangat hidup. Mereka menggunakan perkakas seadanya seperti paku, cangkul, kaleng kosong, rantang, dan peralatan makan untuk menciptakan seperangkat gamelan.
Pada 1942, setelah Jepang mengambil alih Hindia Belanda, para pejuang ini dilarikan ke Australia dan memboyong gamelan ini ke sana. Setelah kemerdekaan, sebagian dari para pejuang kembali ke Indonesia. Sayangnya setelah 1945, tidak ada lagi yang mengetahui keberadaan mereka.
Melalui perpaduan seni visual, musik, dan puisi, Jumaadi dan the Shadow Factory, membayangkan kembali pertunjukan wayang kulit di masa kini menghadirkan karya inovatif yang jenaka, mengusik, tetapi terasa akrab dengan kita. Eksplorasi medium kertas dan musik mengajak kita merasakan keindahan yang syahdu dan melihat bagaimana seni mendorong kita untuk bertahan hidup.
Perupa Jumaadi yang lahir di Sidoarjo, belajar seni di National Art School Australia pada 1997. a merupakan seorang perupa multidisipliner yang praktik artistiknya dipengaruhi oleh pengalaman pribadi yang mendalam, serta politik, literatur, dan sejarah estetika Indonesia
Dia mengatakan pertunjukan wayang eksperimentalnya adalah kisah tentang bertahan hidup dan bagaimana seni menjadi penting bagi umat manusia.
"Pengunjung akan menyaksikan kisah akan migrasi dan perpindahan, gagasan-gagasan tentang keindahan dalam ketangguhan, menemukan keberanian, dan kebebasan berekspresi," katanya.
Selama 1,5 tahun terakhir mengembangkan proyek wayang eksperimental ini, Jumaadi yang merupakan salah satu pendiri The Shadow Factory mencoba menata ulang pake wayang. Dia juga mengeksplorasi medium kertas, narasi cerita, dan sisi musik.
"Kami dapat menyajikan pertunjukan langsung dengan ratusan guntingan kertas dalam berbagai bentuk dan ukuran," ungkap Jumaadi.
"Bekerja dalam skala besar dengan The Shadow Factory dan dapat menampilkan karya baru ini pada pembukaan Voice Against Reason di Museum MACAN merupakan hal yang sangat menyenangkan dan membuat saya bersemangat," sambungnya.
Pertunjukan berdurasi 45-60 menit ini, tiketnya sudah dibuka sejak kemarin. Pengunjung dianjurkan untuk melakukan reservasi terlebih dahulu karena keterbatasan kapasitas di www.museummacan.org/shadowplay
Simak Video "dGreatisan Museum Macan"
(ass/ass)