5 Fakta Kelompok Seni Pita Maha yang Karyanya Dikembalikan Belanda

5 Fakta Kelompok Seni Pita Maha yang Karyanya Dikembalikan Belanda

Tia Agnes Astuti - detikHot
Rabu, 12 Jul 2023 15:30 WIB
Lukisan gerakan seni Pita Maha dari Bali, karya I Made Windoe. Nomor Inventaris TM-3525-64. (Museum Nasional Kebudayaan Dunia, Belanda)
Foto: Lukisan gerakan seni Pita Maha dari Bali, karya I Made Windoe. Nomor Inventaris TM-3525-64. (Museum Nasional Kebudayaan Dunia, Belanda)
Jakarta -

Kelompok seni Pita Maha disebutkan dalam penandatanganan dokumen pengembalian benda bersejarah yang dilakukan pemerintah Belanda ke Indonesia. Repatriasi koleksi asal Indonesia di Belanda ini dilakukan berkat kerja sama dan kerja keras kedua komite dari dua negara.

Siapakah Pita Maha dan bagaimana sepak terjangnya di dunia seni rupa Indonesia? Berikut 5 fakta tentang kelompok seni Pita Maha asal Bali, seperti dirangkum detikcom:

1. Didirikan oleh 4 Orang

Siapa sih yang tak kenal dengan Walter Spies dan Rudolf Bonet? Dua pelukis yang berpengaruh dalam dunia seni rupa Indonesia itu menjadi pendiri dari kelompok seni Pita Maha, bersamaan dengan Tjokorda Gde Agung Sukawati dan I Gusti Nyoman Lempad.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Spies tiba di Bali pada 1926 dan Bonnet di 1928. Keduanya bergaul dengan seniman lokal dan kepincut dengan berbagai ragam seni lukis di Bali.

Perkumpulan ini menimbulkan gaya dan gerakan seni lukis Bali yang berbeda. Gerakan ini bermula di desa Ubud, dan kemudian menyebar ke daerah lainnya di Bali.

ADVERTISEMENT

2. Jadi Gerakan Seni

Tjokorda Gde Agung Sukawati bekerja sama dengan I Gusti Nyoman Lempad, bersama Walter Spies dan Rudolf Bonnet mendirikan Pita Maha sampai menjadi sebuah gerakan seni. Sepanjang 6 tahun, anggota Pita Maha mencapai 150 pelukis, pengukir, dan pematung.

Dari situ, lahirkan tiga gerakan seni Pita Maha yakni gaya Ubud, gaya Batuan, dan gaya Sanur.

3. Ciri Khas

Anggota Pita Maha punya ciri khas karakteristik tersendiri. Ada ekspresi spiritual dalam komposisi hierarkis dewa, manusia, dan hewan.

Gaya Ubud tampak dalam pengolahan komposisi lukisan yang lebih dinamis, penggarapan perspektif, dan pengayaan warna. Gaya Batuan yang berada di selatan Ubud berciri khas suasana malam hari yang menakutkan ketika hantu-hantu dalam bentuk yang aneh, monster-monster binatang ganjil, penyihir-penyihir wanita, dan mayat-mayat penghisap darah mendekati orang. Seniman bergaya Batuan penting di antaranya adalah I Ngendon, Ida Bagus Togog, Ida Bagus Wija, I Tomblos, I Patera.

Sedangkan gaya Sanur terinspirasi dari laut dan kehidupan sehari-hari dengan teknik lapis tinta Cina yang canggih.

4. Dapat Ancaman

Kehadiran Pita Maha juga kerap mendapat kecaman. Dalam laman IVAA, disebutkan dalam Surat Kabar Preanger Bode pada 22 November 1938, ada pandangan yang menyebutkan lukisan dan patung karya anggota Pita Maha bukanlah karya seni, tapi dari toko jalanan.

Saat pameran di Bandoengsche Kunstkring, seorang pedagang mengecam karya-karya yang dipamerkan dengan dalil tidak bermutu.

5. 132 Benda Seni

Dalam repatriasi Belanda ke Indonesia, sebanyak 132 benda seni Bali dari lukisan, ukiran kayu, benda-benda perak, dan tekstil para maestro dari kelompok seni Pita Maha bakal dikembalikan.

Karya yang mayoritas berasal dari dekade 1940 bisa sampai ke Belanda karena sempat mempertanyakan pemilik dari koleksi tersebut. Dalam dokumen Komite Koleksi Kolonial di situs web Pemerintah Belanda, maka dititipkanlah sementara di museum Belanda.

"Duta Besar Indonesia Ide Anak Agung Gde Agung membawa koleksi tersebut ke pos-posnya di Belgia dan Prancis dan menyelenggarakan pameran di Brussel. Ketika berangkat ke Indonesia pada 1955, koleksinya dititipkan di Royal Tropical Institute (KIT) di Amsterdam. Pada tahun 1965, benda-benda tersebut didaftarkan dalam koleksi Tropenmuseum yang merupakan bagian dari KIT hingga tahun 2014 dan sejak itu menjadi bagian dari Museum Nasional Kebudayaan Dunia (NMVW)," kata Komite Koleksi Kolonial.




(tia/mau)

Hide Ads