Sudamala: dari Epilog Calonarang Jadi Produksi Terbesar Titimangsa Foundation

ADVERTISEMENT

Sudamala: dari Epilog Calonarang Jadi Produksi Terbesar Titimangsa Foundation

Tia Agnes Astuti - detikHot
Kamis, 25 Agu 2022 19:05 WIB
Jumpa Pers Pertunjukan Sudamala: dari Epilog Calonarang di OPPO Gallery, Jakarta.
Jumpa Pers Pertunjukan Sudamala: dari Epilog Calonarang digelar di OPPO Gallery, Gandaria City, Kamis (25/8/2022). Foto: Tia Agnes/ detikcom
Jakarta -

Berdiri sejak Oktober 2007, Titimangsa Foundation sukses mengadaptasi berbagai karya sastra Indonesia ke dalam seni pertunjukan teater. Baru saja menayangkan serial monolog Di Tepi Sejarah, Titimangsa segera mempersembahkan pementasan Sudamala: dari Epilog Calonarang pada 10-11 September 2022 di Gedung Arsip Nasional RI, Jakarta.

Sudamala bukan sembarang pertunjukan teater. Diadaptasi dari tradisi kuno khas Bali yang berlangsung ratusan tahun lalu, Titimangsa Foundation mengadaptasi menjadi pementasan modern yang memboyong 90 seniman Bali ke Jakarta.

Produser sekaligus pendiri Titimangsa Foundation, Happy Salma, mengatakan pentas Sudamala merupakan produksi terbesar yang pernah dibuat.

"Ini pertama kali kami membawa seni tradisi ke kota besar. Ceritanya ini bermula ketika pandemi, kami berkolaborasi di pertunjukan di Ubud dan sukses, ditonton lebih dari 20 ribu orang di YouTube, saya dan Nico berdiskusi, membawa tradisi ke kota besar," kata Happy Salma saat jumpa pers di OPPO Gallery, Gandaria City, Jakarta Selatan, Kamis (25/8/2022).

Happy yang awalnya pesimis, akhirnya bekerja sama dengan Nico untuk mengadaptasi Epilog Calonarang dan bagian dari Calonarang yang selalu ada dalam setiap acara kebudayaan. "Tapi durasinya bukan 8 sampai 6 jam, kita saring menjadi 2 jam," tegas Happy.

Gagasannya adalah membawa seni tradisi ke kota besar. "Kami membawa sekitar 90 seniman lintas disiplin dari Bali ke Jakarta," sambungnya.

Nicholas Saputra yang juga menjadi produser menambahkan selama pandemi, ia tinggal lama di Bali dan diberikan kesempatan untuk menonton berbagai acara kebudayaan di Bali yang sama sekali tidak terekspos.

"Saya melihat ada banyak hal dan mau sharing pengalaman itu dengan teman-teman di Jakarta. Dari diskusi demi diskusi, kami membawa pentas ini ke sini. Kalau di Bali, biasanya Calonarang itu ditampilkan saat hajatan dan rutin ada," terang Nico.

"Ini adalah pentas yang lentur dan progresif. Bisa mengikuti aman, dan berevolusi yang diterima oleh masyarakat. Seni tradisi ini berecolusi dengan nuansa yang berbeda, semua seniman bersatu dari seniman wastra, topeng, rupa, sampai penari. Calonarang adalah kendaraan kita melihat Bali hari ini dan masa lampau," sambungnya.

Dengan bimbingan dari budayawan Tjokorda Raka Kerthyasa, Nico dan Happy bertemu dengan maestro seni tradisi dan pertunjukan di Bali. Epilog Calonarang, Sudamala, dipilih karena dirasa relevan denga konteks masa kini.

Selain mereka berdua, pertunjukan Sudamala juga melibatkan Wawan Sofwan sebagai dramaturgi, Iskandar Loedin sebagai artistik, dan I Wayan Sudirana bersama Gamelan Yuganada juga memposisi musik. Kostum dirancang oleh AA Ngurah Anom Mayun Konta Tenaya dan Retno Ratih Damayanti.

Pementasan Sudamala: dari Epilog Calonarang juga menampilkan barong, rangda, topeng, gamelan, dan wastra yang diproduksi oleh para maestronya.



Simak Video "Tantangan Nicholas Saputra dan Happy Salma Garap Teater Tradisi Kuno Bali"
[Gambas:Video 20detik]
(tia/pus)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT