Aktor Lukman Sardi turut bermain dalam serial monolog Di Tepi Sejarah produksi Titimangsa Foundation dan KawanKawan Media. Berperan sebagai sosok komponis terpenting bangsa Indonesia, Ismail Marzuki. Ia pun diwajibkan kembali bermain biola.
"Aku sudah lama nggak megang biola. Tantangannya di sini, karena harus ingat-ingat dan main biola lagi," ucap Lukman Sardi saat ditemui di M Bloc Space, Jakarta Selatan.
Dalam serial monolog yang berjudul Senandung di Ujung Revolusi, Lukman Sardi juga sampai menyanyi. "Ini juga yang paling aku nggak suka disuruh nyanyi. Semuanya luar biasa, aku pikir bisa nggak yah, ini yang bikin penuh kegelisahan," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika berkesempatan kembali bermain monolog, Lukman Sardi tidak menyia-nyiakan hal tersebut. Dia menerima tantangan tersebt dengan legowo.
"Mana ada banyak adegan dari awal sampai akhir yang masih aku inget. Aku juga dapat tugas dari Mas Agus (sutradara) dengan bahasa Belanda yang cukup banyak sekali," kata Lukman Sardi.
Dalam serial monolog ini, dia juga berkesempatan untuk menghadirkan putranya, Akiva, ke atas panggung teater. Ini adalah kali kedua duet bersama Akiva.
Lukman juga menuturkan dengan menjadi sosok seorang komponis, ia menjadi ingat masa kecilnya saat tumbuh dan besar bersama kakeknya, Idris Sardi.
"Kakek kan sahabat Ismail Marzuki. Aku juga banyak denger cerita dari bapak. Pernah suatu hari, mama ngepost satu foto, papa dan kakak paling besar berkunjung ke rumah Pak Ismail, bertemu dengan istrinya. Wah, dapat cerita dari saksi sejarahnya langsung," sambungnya.
Melalui sosok Ismail Marzuki, dia mengaku menjadi belajar banyak hal.
"Aku mengapresiasi bahwa sosok pahlawan itu bukan hanya yang memegang senjata. Apakah aku akan dianggap sebagai pahlawan? Apakah mereka akan mengingatku? Ternyata berdasarkan kegelisahan dia, ada latar pemikiran dari seorang Ismail Marzuki," pungkasnya.
(tia/pus)