Dikoleksi GNI, Lukisan Ini Sentil Soeharto sampai Buat Senimannya Dipenjara

Dikoleksi GNI, Lukisan Ini Sentil Soeharto sampai Buat Senimannya Dipenjara

Tia Agnes - detikHot
Rabu, 17 Mar 2021 14:29 WIB
Galeri Nasional Indonesia Buka Pameran Tetap Secara Virtual
Lukisan karya Hardi yang menyentil Presiden Soeharto di dekade 1980-an Foto: Galeri Nasional Indonesia
Jakarta -

Salah satu koleksi Galeri Nasional Indonesia di pameran tetap yang dibuka secara virtual hari ini, ada karya yang menarik. Lukisan ciptaan Hardi yang berjudul Presiden RI tahun 2001 Suhardi itu menarik untuk ditelisik.

Lukisan yang kini menjadi koleksi GNI itu diungkapkan kurator Bayu Genia Krishbie punya sejarah tersendiri di Indonesia.

"Sang seniman mendeklarasikan agar menjadi Presiden di tahun 2001. Dia bosan karena presiden hanya itu-itu saja, cuma Soeharto," tutur Bayu Genia Krishbie saat tur virtual pameran tetap, Rabu (17/3/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gara-gara hal tersebut, Hardi melegitimasi dengan potret sosoknya lengkap memakai atribut presiden.

"Beliau membuat sosok yang akan menjadi presiden di tahun 2001 adalah dirinya sendiri, sehabis itu Pak Hardi ditangkap," kata Bayu.

ADVERTISEMENT

Nama Hardi di dunia seni rupa Indonesia kala itu tergabung dalam Gerakan Seni Rupa (GSRB) bersama dengan FX Harsono, Bonyong Munni Ardhi, Siti Adiyati, Jim Supangkat, dan Nanik Mirna.

Semangat mereka saat itu adalah melawan praktik seni rupa Indonesia yang dianggap mandek, terbatas, dan elitis.

Lukisan kontroversial Hardi itu dipamerkan saat pameran Seni Rupa Baru di tahun 1979. Potret dirinya berseragam tentara itu menantang hegemoni Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.

Galeri Nasional Indonesia Buka Pameran Tetap Secara VirtualGaleri Nasional Indonesia Buka Pameran Tetap Secara Virtual Foto: Galeri Nasional Indonesia

Ketika karyanya ditampilkan lagi dalam pameran seni Forum Pelukis Muda Indonesia di Taman Ismail Marzuki di 1980, Hardi ditangkap Laksusda Jaya dengan tuduhan makar.

Ia ditahan dan diinterogasi habis-habisan selama tiga hari lamanya. Pada akhirnya, Hardi dibebaskan atas permintaan Wakil Presiden Adam Malik.

Dalam sebuah wawancara saat itu, Hardi mengaku trauma tapi urat takutnya seperti hilang.

Seniman yang berdomisili di Jakarta ini pun semakin eksis dengan berbagai karya-karya ekspresionis sampai sekarang. Akhir Mei 2008, Hardi mengikuti pameran bersama Manifesto di Galeri Nasional Indonesia.

Hardi menghadirkan karya bertema tersangka terorisme berjudul Waiting for the Death Penalty.

Menurut Bayu Genia Krishbie, karya Hardi dan seniman dalam Gerakan Seni Rupa Baru menjadi gerbang terhadap praktik seni rupa yang nonkonvensional.

"Dekade tersebut membuka khazanah baru, selain menggunakan barang jadi ada banyak bentuk yang dieksplorasi," pungkasnya.




(tia/doc)

Hide Ads