Solo -
Mahakarya dari seniman
WS Rendra 'Panembahan Reso' kembali dipentaskan setelah terakhir digelar pada 1986. Meski lebih dari 30 tahun berlalu, karya seni teater ini diyakini tak lelang oleh zaman.
Pertunjukan akan dipentaskan pada 25-26 Januari 2020 mendatang di Ciputra Artpreneur, Ciputra World, Kuningan, Jakarta Selatan. Jika pentas pada 1986 dimainkan sampai 8 jam, kini materi dipadatkan hingga ditampilkan dalam 2,5 jam.
Hanindawan yang ditunjuk sebagai sutradara, mengatakan tak ada tokoh yang hilang akibat pemadatan tersebut. Pria asal Solo itu memastikan tidak ada inti cerita yang hilang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ibarat sungai, saya mengambil arusnya, tidak akan mengurangi dinamika cerita. Risikonya tetap ada dialog yang hilang, seperti dialog repetitif atau yang basa-basi," kata Hanin dalam jumpa pers di ISI Surakarta, Minggu (19/1/2020) malam.
Namun Hanin juga mengatakan hadir sebagai penafsir teks Rendra. Sutradara dari Teater Gidag-Gidig ini mengakui telah mengubah sebagian cerita untuk menyesuaikan konteks dalam kehidupan zaman ini.
"Misalnya ada tokoh Ratu Kenari yang dalam teks ceritanya mati bunuh diri, tapi di sini tidak saya matikan. Sebaliknya, ada tokoh yang di teks asli hidup, tapi saya matikan," ujar dia.
'Panembahan Reso' bercerita tentang ambisi manusia untuk meraih kekuasaan. Sejumlah tokoh dalam cerita itu berebut kekuasaan sebagai raja dengan cara apapun, bahkan dengan bertaruh nyawa.
'Panembahan Reso' sendiri dikenal sebagai orang yang baik dan bersih. Namun di balik itu, dia memiliki siasat yang lihai untuk mendapatkan kekuasaan.
Seno Joko Suyono sebagai produser mengatakan cerita lama tersebut akan tetap cocok dengan konteks zaman sekarang. Dia menilai karya-karya Rendra memang abadi, sehingga bisa dimaknai dalam konteks zaman manapun.
"Karena Rendra selalu mengambil tema-tema yang substansial, tidak pernah di permukaan. Saya yakin beliau menggunakan riset mendalam setiap membuat cerita," ujarnya.
Diketahui, karya Rendra tersebut dihasilkan melalui riset yang menghabiskan waktu sekitar 10 tahun, yakni mulai tahun 1975. Kemudian pada 1986, drama tersebut mulai dipentaskan.
Untuk menarik minat kaum milenial, pertunjukan teater kali ini merangkul para pemain muda. Di antaranya adalah aktris Sha Ine Febriyanti, Ruth Marini, Rudolf Puspa serta Maryam Supraba yang tak lain adalah putri Rendra sendiri.
"Ini juga menjadi pembuktian apakah teater masih dibutuhkan di zaman ini," pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman