Jakarta -
Berbicara tentang sejarah
komik Indonesia sama saja ngobrol tentang sejarah bangsa. Komik yang dahulunya dikenal dengan sebutan cerita bergambar atau cergam, bisa ditelisik dari arsip tahun 1925.
Di masa itu, cergam sudah dibaca oleh masyarakat Indonesia meski secara resmi masih bernama Hindia Belanda. Dalam pameran '
Komik itu Baik' terdapat timeline sejarah arsip komik Tanah Air yang mengunggah rasa ingin tahu.
"Di tahun 1925, ada pembaca komik Indonesia, meskipun secara teknis masih Hindia Belanda ya. Konteksnya kan lokal, orang Indonesia keturunan Tionghoa dan data itu munculnya sebagai urban culture di Batavia. Itu data yang kami dapatkan di Perpustakaan Nasional Indonesia ya," terang kurator pameran, Hikmat Darmawan, saat diwawancarai, akhir pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Foto: Tia Agnes |
Pada 1929 silam, Majalah Sin Po menerbitkan kartun-kartun dan iklan menggunakan bahasa komik modern. Karakter Put On karya Kho Wang Gie pun rilis di Sin Po sejak tahun 1930 dan diperkenalkan pada publik mulai 1931.
Setelah 'Put On', komik setrip Indonesia tumbuh dan menarik para seniman maupun pencinta sastra. Salah satunya adalah Abdoel Salam, pendiri Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI). Di dekade 1950an, salah satu karya komik setrip terpenting adalah 'Mentjari Poetri Hidjau (1939) oleh Nasroen AS, pelopor komik petualangan.
Pameran 'Komik itu Baik' pun menjelajah ke dekade 1954-1966. Di sini awal industri cergam bermula. Penerbit Melodie di Bandung sukses dengan komik 'Sri Asih' karya RA Kosasih dan 'Putri Bintang' karya John Lo.
Karakter superhero pertama dalam sejarah cergam Tanah Air ini membukakan mata publik. Genre ini yang kembali bangkit beberapa tahun belakangan lewat berbagai hal yang dilakukan oleh Bumilangit. Namun kala itu krisis ekonomi di awal 1960an yang diikuti bentrok politik pada 1965 mengakhiri fase industri komik Tanah Air.
Fase berikutnya pada 1967-1993 ketika komik 'Si Buta dari Gua Hantu' ciptaan Ganes TH terbit. Genre cergam superheo mendominasi industri dari akhir 1960an hingga awal 1970an. Di satu sisi, novel grafis bermunculan.
Di dekade 1994 sampai sekarang, bibit-bibit karya digital pun tumbuh. Bibit pemikiran kritis dan idependen muncul dari generasi baru seniman komik muda Yogyakarta seperti Eko Nugroho. Di Bandung pun ada Pidi Baiq yang kini terkenal lewat novel 'Dilan'.
 Foto: Tia Agnes |
Di era ini pula, ada komik politik pertama yang memunculkan sosok Amien Rais. Termasuk adanya Kosasih Award yang digelar Akademi Samali. Seri komik digital 'Tahilalats' karya Mindblowon pun terbit pertama kali di Instagram pada 2014 dan menjadi komik digital paling sukses di Indonesia.
Kalau kamu kebetulan berada di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, singgahlah ke Dia.Lo.Gue Artspace, Jakarta Selatan. Tak hanya sejarah mengenai arsip komik Tanah Air saja yang bisa dilihat, tapi juga ruang penghormatan terhadap sosok Arswendo Atmowiloto, koleksi komik-komik lawas dari para kolektor hingga ruang ekspresif yang interaktif.
Selamat menjelajah!
Halaman Selanjutnya
Halaman