Karyanya menjadi salah satu koleksi yang dipamerkan di Museum MACAN lewat pameran terbarunya 'Masa Lalu Belumlah Berlalu' bersama dua seniman Asia lainnya. Pameran bakal dibuka untuk umum pada 17 November mendatang.
Arahmaiani yang kerap disebut sebagai 'nomad seniman' menceritakan saat Direktur Museum MACAN, Aaron Seeto, menghubunginya untuk melihat 'Lingga-Yoni' ia terkejut bukan main.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya bilang ah kamu bercanda, nggak mungkin saya melihat lukisan saya lagi. Waktu itu saya menjualnya karena butuh uang buat balik ke Indonesia. Aaron mengajak saya untuk ikut melihat, pas pintu dibuka saya kaget. Kok bisa 'Lingga-Yoni' ada di sini," ujarnya tertawa ditemui usai media preview di Museum MACAN, kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (15/11).
Ternyata lukisan 'Lingga-Yoni' yang sempat menimbulkan kontroversi saat dipamerkan 24 tahun yang lalu itu kembali ke Tanah Air. Saat itu, karya lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi salah satu karya yang dihadirkan di eksibisi 'Seks, Agama, dan Coca Cola'.
Karyanya dituduh menghina Islam dan darah sang seniman dianggap halal untuk diminum. Ada sekelompok orang menuduhnya melakukan penistaan agama, lantaran ada tulisan Arab.
Padahal, lanjut Arahmaiani, itu adalah Arab Gundul dan bukan berasal dari Al-Qur'an. Lambang 'Lingga-Yoni' pun diakuinya merupakan simbol keseimbangan antara feminin dan maskulin. Ia mengambil inspirasi dari salah satu artefak di Candi Sukuh.
"Nggak usah dipandang jorok atau kotor, itu urusannya hanya ada di kepala kita. Waktu itu saya diancam, katanya darahnya halal diminum. Terus saya pergi ke Solo, ke Australia lalu ke Thailand, dan satu bulan sebelum Pak Harto jatuh saya pulang ke Indonesia," katanya.
Ia menyarankan pada pengunjung yang melihat karya-karyanya kali ini agar berpikiran terbuka. "Karya saya mengangkat isu budaya, sosial, dan politik, dan lingkungan hidup. Cobalah untuk melihatnya dengan pikir terbuka," pungkas Arahmaiani.
Lukisan Arahmaiani bisa disaksikan di Museum MACAN Jakarta pada 17 November hingga 10 Maret 2019. Selain Arahmaiani, ada karya parsipatoris dari Lee Mingwei dan On Kawara.