"Saya bisa berpuasa makan dan minum. Namun, menghadapi dinamika sosial masa kini, saya tak mau melakoni tapa bisu," kata Sujiwo.
Kali ini, ia menyentil berbagai persoalan masyarakat yang bobrok akibat korupsi dengan meminjam khasanah dari kitab klasik Jawa, 'Serat Centhini'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak: Catalyst Art Market Jaring Seniman dan Ilustrator Muda untuk Berkreasi
'Balada Gathak Guthuk' mengisahkan tentang Gathak dan Gathuk yang tengah kelimpungan. Tanah Air mereka yang bernama Giri telah tumpas diganyang Mataram. Bahkan junjungan mereka pun, Raden Jayengresmi—keturunan Sunan Giri Perapen—pergi entah ke mana.
Gathak dan Gathuk pun galau. Mereka tak tahu harus mulai mencari dari mana. Tiba-tiba saja, Petruk terbang di atas sekerat tempe dan tahu untuk memberi petunjuk. Mereka harus berjalan ke barat. Perjalanan mereka rupanya penuh warna. Bahkan, sempat diundang masuk studio televisi untuk syuting acara talkshow yang tersohor se-Nusantara. Seluruh warga ikut termehek-mehek menyaksikan si kembar yang tampak frustrasi mencari tuannya.
"Saya menceritakannya dengan konteks kekinian dan dibalut dengan situasi sosial budaya dan politik Indonesia yang ada sekarang ini," katanya. Rencananya, buku ini akan terbit pada akhir April.
(tia/mmu)