Seni Merupakan 'Soft Power' dalam Kekuasaan

Seni Dijadikan Alat Diplomasi (2)

Seni Merupakan 'Soft Power' dalam Kekuasaan

- detikHot
Kamis, 22 Mei 2014 17:10 WIB
Seni Merupakan Soft Power dalam Kekuasaan
Ilustrasi (Astrid Septriana/detikHOT)
Jakarta - Musik Jazz maupun lukisan bergaya ekspresionisme abstrak yang digaungkan Amerika Serikat, merupakan contoh dari penggunaan sekaligus keterbatasan dari 'soft power'. Istilah tersebut digunakan oleh seorang akademisi asal Amerika Serikat Joseph Nye, yang membedakan antara kekuatan yang keras itu sebagai sesuatu yang mengandung pemaksaan, dan dihantarkan lewat uang dan senjata.

Sementara kekuatan lembut itu terkait dengan pengaruh, dihantarkan melaui ketertarikan akan sesuatu yang dibius selama beberapa periode. Beberapa pendukung diplomasi lembut ini berargumen bahwa aktivitas budaya bisa lebih efektif dibandingkan dengan tekanan yang lebih eksplisit.

Presiden dari Academy for Cultural Diplomacy di Berlin, Dr Emil Constantinescu, menjelaskan bahwa "Diplomasi budaya itu secara inheren kreatif dan secara alami ini kontruktif," jelasnya dilansir dari BBC (22/05/2014).

"Ini merupakan lawan dari kekuatan keras yang bisa dibilang destruktif." Dr Emil Constantinescu yankin bahwa diplomasi budaya itu lebih dibutuhkan sekarang dibanding saat sebelumnya dan ia yakin bila ini dilakukan akan bisa mengubah konflik. "Akan lebih banyak kerjasama dan kemungkinan terjadinya konflik di dunia juga akan berkurang," jelasnya.

Tapi saat seni dituangkan sebagai karya untuk politik, tensi pun meninggi. Kepentingan pemerintah, jarang selaras dengan seniman. Seniman tidak selalu mengikuti permintaan dari yang lain dan mereka sering menantang keadaan, tentunya ini bisa menghambat upaya diplomatik.

Namun mengambil pengalaman dari Perang Dunia I, sangat jarang dikatakan bahwa ada seorang seniman yang menjadi pendukung dari konflik.

Lalu kemudian ada batasan tipis antara karya seni dengan mengekspresikan ide dan propaganda. Bahkan ketika seni adalah politik, itu berada di titik yang paling kuat ketika memiliki atmosfer.

Lebih lagi, mungkin untuk mengetahui seberapa efektif seni saat ini merupakan karya yang merupakan bagain dari sebuah diplomasi. Diplomasi kekuatan keras, bisa membawa kita pada persetujuan formal dan perubahan hukum. Sementara pada diplomasi budaya hasilnya bisa sangat sulit diidentifikasi.

Namun mengingat batasan yang dimiliki budaya untuk menjadi alat diplomasi, keberadaannya hari ini sangat dibutuhkan. Pada abad 21, kekuatan lembut ini mulai menjadi hal serius yang diberlakukan oleh negara-negara di Asia, Timur Tengah, Rusia, India dan China.

(ass/ich)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads