Layanan siar berbasis internet tersebut mencakup YouTube, Netflix, Instagram TV, Facebook TV, dan sejumlah aplikasi lainnya yang coraknya mirip dengan televisi. Ketua KPI Agung Suprio menyebutnya sebagai media baru.
Banyak yang berpendapat, adanya pengawasan itu akan membatasi kreativitas dan akan ada pemblokiran terhadap konten yang seharusnya tidak menjadi masalah.
Menanggapi hal itu, Agung Suprio mengatakan, pihaknya tidak akan melakukan pemblokiran, bila aturan tersebut benar-benar jadi berjalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Video: Eksklusif! Ketua KPI Pusat Jelaskan Soal Pengawasan Netflix dan YouTube
Meski terinspirasi dari peraturan yang telah berlaku di Australia, akan tetapi Agung memastikan sanksinya tidak akan seberat undang-undang media sosial di negara tersebut.
"Kalau di Australia, ada tayangan yang tidak pantas, kemudian bisa melapor, pemerintah di sana akan meminta pihak media baru untuk menertibkan kontennya, kalau tidak dipenjara dan didenda. Kalau yang kami inginkan sebetulnya dialogis," tuturnya.
Hanya saja terkait seperti apa penerapan aturan tersebut, KPI mengatakan, hingga kini masih belum diketahui karena masih dalam tahap kajian. "Nah ini kami sedang kaji, tunggu saja tanggal mainnya," ucap Agung.
Menanggapi ramainya protes yang dilayangkan pada KPI terkait rencana pengawasan layanan siar berbasis internet, Agung mengatakan pihaknya justru merasa gembira.
"Saya kagum terhadap daya kritis netizen, kagum dalam beberapa aspek, mereka peduli dengan kebebasan, itu saya hargai sekali," ungkap Agung.
(srs/nu2)