Spotlight

Jumaadi and The Shadow Factory Tampilkan Sisi Lain 'Mereka' yang Terbuang

Tia Agnes Astuti - detikHot
Selasa, 21 Nov 2023 16:25 WIB
Pementasan perdana Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang digelar di Museum MACAN. Foto: Courtesy of Museum MACAN
Jakarta -

Alkisah sebelum Indonesia benar-benar 'merdeka', seniman tradisi diberikan tiga kilogram paku. Mereka dikasih pilihan. Bukan meleburkan untuk membangun rumah atau gamelan namun memilih untuk menjadikannya gamelan.

Mitos mengenai gamelan sebagai simbol kesenian dihadirkan Jumaadi and The Shadow Factory dalam pementasan perdananya Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang di Museum MACAN. detikcom turut menonton pentas pertamanya selama 60 menit pada Rabu (15/11/2023).

"Gamelan sebagai simbol kesenian dan perekat antar tahanan, punya satu tujuan yang sama untuk membuat gamelan. Mereka tetap utuh dan bertahan hidup, itu yang membuat saya tetap pada kesimpulan, keindahan relevan dengan fungsinya, bukan membuat atap tapi gamelan," kata perupa Jumaadi yang identik dengan peci hitam di kepalanya ketika diwawancarai detikcom, pekan lalu.

Meskipun mitos, Jumaadi menerangkan pesan itulah yang coba dihadirkannya lewat pementasan Sirkus di Tanah Pengasingan.

"Kesenian dalam hal ini sama saja seperti kebudayaan. Tanpa gamelan, mungkin saja mereka nggak bakal survive di tanah pengasingan. Kesenian adalah ujung dari semua gerakan," katanya.

Lewat penampilan perdana dari Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang, pertunjukan wayang terbaru oleh Jumaadi dan The Shadow Factory, dengan jadwal pertunjukan terbatas pada 18-26 November 2023 siap membuatmu terkagum. Pentas wayang yang inovatif ini menampilkan ratusan wayang kertas dalam berbagai ukuran dan bentuk-setiap wayang kertas mewujudkan sebuah potongan peristiwa, dan dimainkan secara terampil oleh dua orang pawang bayang-bayang di atas dua mesin OHP (overhead projector) diiringi dengan musik eksperimental.

Jumaadi and the Shadow Factory Ditampilkan di Museum MACAN pada 18-26 November 2023 Foto: Courtesy of Liviani/ Museum MACAN

Karya tersebut telah dikomisi oleh Museum MACAN dan diadaptasi dari kisah 823 pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia yang diasingkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda ke Boven Digoel, Papua, pada 1926. Di tengah kesulitan yang melanda, para pejuang ini beralih pada musik dan seni untuk mempertahankan semangat hidup.

Mereka menggunakan perkakas seadanya, seperti paku, bilah cangkul, kaleng kosong, rantang, dan peralatan makan untuk menciptakan seperangkat gamelan. Pada 1942, setelah Jepang mengambil alih Hindia Belanda, para pejuang ini dilarikan ke Australia dan memboyong gamelan ini ke sana.

Setelah kemerdekaan, sebagian dari para pejuang kembali ke Tanah Air. Namun, nasib sebagian besar dari mereka tidak diketahui karena kisahnya tidak banyak diceritakan lagi.

"Mereka ada yang balik lagi ke Indonesia di era Soeharto, namun tidak jelas keberadaannya sampai sekarang atau tidak lagi tercatat dalam sejarah," terangnya.

Lewat kisah sejarah (yang tersembunyi), Jumaadi and The Shadow Factory menghadirkan sisi lain yang belum pernah diceritakan. Dia menampilkannya lewat simbol dan figur jenaka, mengusik sekaligus membuat kita tercengang dengan alur ceritanya.

"Setidaknya pertunjukan ini untuk memberikan gambaran tentang kesepian abad ini, yang dialami mereka. Karya saya selalu membicarakan keterasingan abad ini, bagaimana mass movement ini ada. Kami ingin memberikan gambaran, latar sejarah itu sebagai referensi kondisi sosial sekarang. Lingkaran ke sia-siaan, ditangkap, diasingkan, dan dipulangkan lalu tak tahu kabar," pungkasnya.



Simak Video "dGreatisan Museum Macan"

(tia/dar)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork