Dari Sidoarjo ke Sydney, Formula Jumaadi Bangun The Shadow Factory

Spotlight

Dari Sidoarjo ke Sydney, Formula Jumaadi Bangun The Shadow Factory

Tia Agnes Astuti - detikHot
Selasa, 21 Nov 2023 14:09 WIB
Jumaadi and the Shadow Factory Ditampilkan di Museum MACAN pada 18-26 November 2023
Pentas Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang digelar di Museum MACAN mulai 18-26 November 2023 karya Jumaadi and the Shadow Factory. Foto: Courtesy of Museum MACAN
Jakarta -

Dari Sidoarjo, Jumaadi melanglang buana ke Sydney, Australia. Lahir pada 1973, pria yang belajar Seni Rupa di National Art School Sydney, jatuh cinta kepada seni wayang dan dunia seni performans. Selama dua dekade berkarya di Australia dan menggelar pameran, Jumaadi balik kampung.

Pada awal 2000, sepulang menjenguk keluarga di Sidoarjo, Jumaadi menggodok formula terbaru tentang seni wayang.

"Sidoarjo itu nggak ada apa-apa, tapi ada banyak seniman tradisional yang keren-keren. Komposer Setan Jawa-nya Mas Garin Nugroho itu berasal dari Sidoarjo. Komposer The Shadow Factory juga berasal dari Sidoarjo, jadinya sepulang saya di tahun 2000, saya mulai menemukan formula di tahun 2003," katanya ketika diwawancarai detikcom di Museum MACAN, pada Rabu (15/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bekerja dari dua studio di Sidoarjo dan Sydney, Jumaadi mengolah apa itu kesenian termasuk seni wayang. "Kesenian itu pelan, nggak ada yang serba instan," ungkapnya.

Kepada detikcom, Jumaadi menceritakan awal mula membentuk The Shadow Factory bersama dengan Ndimas Narko Utomo, Zalfa Robby, Purwita Chirnicalia, dan Satria Bela Insani.

ADVERTISEMENT
Jumaadi and the Shadow Factory Ditampilkan di Museum MACAN pada 18-26 November 2023Potret perupa Jumaadi usai diwawancarai detikcom di Museum MACAN pada Rabu (15/11/2023). Foto: Courtesy of Liviani/ Museum MACAN

"Pendidikan saya melukis abstrak, ketika pulang kampung nggak ada yang mengerti. Belajar jauh-jauh ke luar negeri, pas mudik kok nggak ada yang ngerti. Jadi saya bikin wayang supaya bisa berkomunikasi sama ibu saya, saat itu saya pameran di Pusat Kebudayaan Prancis di Surabaya, 'Apa ini', kelihatan ibu saya nggak ngerti, cuma senyam-senyum saja," katanya sembari tertawa.

Akhirnya, Jumaadi memilih jalur seni wayang agar bisa berkomunikasi dengan ibu dan keluarganya. Dia pun mengaku sangat mencintai seni pertunjukan, namun tidak memiliki ilmu dasar.

"Saya nggak latihan, saya bikin studio sendiri dengan pendekatan seni rupa. Ini (seni wayang) kan gambar yang berjalan, sebelum ketemu teman-teman, saya jalan sendiri selama setahunan," ungkapnya lagi.

Melalui perpaduan seni visual, musik, dan puisi, Jumaadi dan The Shadow Factory, membayangkan kembali pertunjukan wayang kulit di masa kini-menghadirkan karya inovatif yang jenaka, mengusik, tetapi terasa akrab dengan kita. Eksplorasi medium kertas dan musik mengajak kita merasakan keindahan yang syahdu dan melihat bagaimana seni mendorong kita untuk bertahan hidup.

Jumaadi pun menantang pakem wayang kulit. Perupa multidisipliner itu tetap memakai bayangan (gelap dan terang) sebagai aturan saklek, namun memainkan berbagai elemen kontemporer. Hasilnya adalah sebuah pertunjukan wayang inovatif berjudul Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang yang tampil perdana di Museum MACAN sepanjang 18-26 November 2023, dalam pameran kolektif bertajuk Voice Against Reason bersama 24 seniman Asia-Pasifik.

Pentas ini menampilkan ratusan wayang kertas dalam berbagai ukuran di atas dua mesin OHP (Overhead Projector) yang diiringi musik eksperimental. Karya ini pun telah dikomisi (dibeli) oleh Museum MACAN.

Bagaimana cerita obrolan detikcom bersama Jumaadi? Simak artikel berikutnya.




(tia/dar)

Hide Ads