Uniknya Jumaadi and The Shadow Factory, 1.300 Wayang Kertas-Riset 823 Pejuang

Spotlight

Uniknya Jumaadi and The Shadow Factory, 1.300 Wayang Kertas-Riset 823 Pejuang

Tia Agnes Astuti - detikHot
Selasa, 21 Nov 2023 15:05 WIB
Jumaadi and the Shadow Factory Ditampilkan di Museum MACAN pada 18-26 November 2023
Pertunjukan Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang digelar di Museum MACAN Jakarta hingga 26 November 2023. Foto: Courtesy of Museum MACAN
Jakarta -

Jumaadi and The Shadow Factory siap menggemparkan panggung seni pertunjukan Indonesia. Bukan saja soal sajian wayang kontemporer, namun kreasi wayang kertas hingga cerita yang tak diketahui tentang 823 pejuang kemerdekaan yang dibuang ke Boven Digoel pada 1942.

Kepada detikcom, perupa asal Sidoarjo yang juga bekerja di Sydney, Jumaadi menceritakan mengenai proses kreatif di balik pertunjukan Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang yang tengah ditampilkan di Museum MACAN hingga 26 November 2023.

Jumaadi menceritakan pertunjukan wayang yang dibuatnya kali ini membutuhkan 1.300 wayang kertas yang dibuatnya, dan juga terinspirasi dari berbagai film bisu yang ditontonnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk pertunjukan memakai setengahnya (dari 1.300 wayang kertas). Semuanya potongan-potongan gambar," ungkapnya saat diwawancarai pada Rabu (15/11/2023) lalu.

Jumaadi menuturkan ada dua orang pawang bayang yang memainkan bagian dari pertunjukan. Satu wayang berperan dengan satu buah Overhead Projector (OHP) di bagian kanan dan kiri. Setiap dari mereka, membawa alur cerita masing-masing yang diselaraskan bersama kisah keseluruhan.

ADVERTISEMENT

"Kami butuh latihan satu tahun. Benar-benar satu tahun, untuk sampai ke dalam harmoni dan alur cerita yang berjalan," sambungnya lagi.

Jumaadi and the Shadow Factory Ditampilkan di Museum MACAN pada 18-26 November 2023Jumaadi usai diwawancarai detikcom di Museum MACAN pada Rabu (15/11/2023). Foto: Courtesy of Liviani/ Museum MACAN

"Sebenarnya satu pawang bayang ini punya bahasa sendiri, diputar dibalik, meskipun technical, cukup filosofis juga. Kalau dalang wayang kan, dunianya langsung besar dengan layarnya yah, tapi kita juga dibatasi karena memakai OHP. Dimensi lampunya saja yang dipakai," tutur Jumaadi.

Dari naskah itulah, Jumaadi mencoba menerjemahkan ke dalam berbagai gambar yang dibentuk di potongan wayang kertas tersebut.

"Tapi secara keseluruhan saya yang melakukan riset yang bermula di tahun 2003 sampai 2004, diundang untuk artist in residency di kota kecil sekitar 5 jam perjalanan dari Sydney. Di dalam tempat itu, saya menemukan asal muasal dari cerita Sirkus di Tanah Pengasingan ini," ungkap Jumaadi.

Dari hasil penelusurannya, Jumaadi mengetahui ada ratusan pejuang kemerdekaan yang dibuang ke Boven Digul lalu dibawa ke kota tersebut. Dari koran komunitas Indonesia di Australia juga disebutkan ada penemuan 6 puisi oleh seorang ahli sejarah yang akhirnya mengubah perspektifnya tentang seni lukis.

Dari situ, Jumaadi melakukan penelitian. Ada kisah 823 pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia yang diasingkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda ke Boven Digoel, Papua, pada 1926.

Di tengah kesulitan yang melanda, para pejuang ini beralih pada musik dan seni untuk mempertahankan semangat hidup. Mereka menggunakan perkakas seadanya, seperti paku, bilah cangkul, kaleng kosong, rantang, dan peralatan makan untuk menciptakan seperangkat gamelan. Pada 1942, setelah Jepang mengambil alih Hindia Belanda, para pejuang ini dilarikan ke Australia dan memboyong gamelan ini ke sana.

Setelah kemerdekaan, sebagian dari para pejuang kembali ke tanah air. Namun, nasib sebagian besar dari mereka tidak diketahui karena kisahnya tidak banyak diceritakan lagi. Kisah inilah yang dihadirkan Jumaadi and The Shadow Factory.




(tia/dar)

Hide Ads