Achmad Benbela bukan sekadar omong belaka ketika menulis buku Kuyang. Buku horor yang baru saja diterbitkan awal Januari oleh penerbit GagasMedia itu juga berdasarkan pengalaman terornya ketika masih kecil.
Pria yang akrab disapa Beben itu mengaku berjumpa dengan kuyang saat kelas 2 SD. Saat itu, bersama keluarga besarnya menginap ke sebuah desa untuk hajatan.
"Kami yang dari kota tinggalnya ini diundanglah ke sana. Kami sekeluarga ke sana. Di kampung itu ada satu rumah khusus untuk tinggal sekeluarga. Satu mingguan lah di sana, buat bantu-bantu. Malam kedua, ketiga, keluarga seperti paman dan bapak pergi ke hilir desa, sisa saya dan ibu di dalam rumah," tutur Beben saat menceritakan ulang momen tersebut.
Baca juga: Teror Kuyang Bakal Menghampirimu |
Saat berada di dalam rumah, ibunya langsung mengajak untuk masuk ke dalam kelambu dan tidur. Ibunya pun langsung berbalik badan dan pura-pura tidur.
Ternyata, di samping kamar itu di dekat dinding Beben melihat sosok kuyang yang sedang terbang. Seperti kepala nenek berambut panjang urakan dan tidak ada bagian badannya.
"Itu (kuyang) ngeliat ke tempat kami tidur," katanya.
"Saya melihat, dia (kuyang) seperti komat-komait, entah mantra apa yang dibaca. Saya coba bangunin ibu, 'itu siapa bu ada nenek-nenek di dinding terbang'. Ibu nggak ngejawab, diam saja. Padahal kelihatanlah kalau pura-pura tidur," sambung Beben.
![]() |
Ibu berbisik agar Beben kecil tidak melihat lagi ke arah kuyang. Ketika pagi tiba, sudah tidak ada lagi kuyang yang meneror rumah tersebut.
"Itu pengalaman pertama saya bertemu kuyang. Yang lain seperti bola api terbang saja, itu kalau kata kami (orang Kalimantan) lagi mencari mangsa," imbuhnya.
Pengalaman teror itu ternyata bukan sekali atau dua kali saja dialaminya, demi melakukan riset untuk buku Kuyang, Beben juga merasakan hal serupa.
Sepanjang penulisan buku kuyang, dua tetangga di samping rumahnya mendapatkan teror. Bahkan dia pernah mendapat peringatan dari narasumber yang diwawancarai ada makhluk kuyang yang tak suka ketika Beben menulis kisah tersebut.
"Padahal saya menulis kuyang di kawasan Sungai Barito, tapi kenapa kuyang di kampung situ yang mengusik," ujarnya sembari tertawa.
Menurut penjelasan pria asal Dayak itu ilmu kuyang diturunkan turun-temurun antar generasi. Leluhur-nya bisa meneruskan kepada anak maupun keponakan yang punya garis darah, namun bisa saja kuyang memilih pemiliknya jika 'minyak' diletakkan ke rumah seseorang.
"Yang diwariskan minyak-nya ini. Siapa yang menjaga atau merawatnya, konsekuensinya akan menjadi kuyang. Minyak ini yang mencari majikan," pungkasnya.
Baca artikel berikutnya!
(tia/dar)