Corona Masih Mewabah, tapi Kreativitas Jalan Terus

Spotlight

Corona Masih Mewabah, tapi Kreativitas Jalan Terus

Tia Agnes - detikHot
Selasa, 21 Des 2021 18:02 WIB
Seri Monolog Di Tepi Sejarah
Seri Monolog di Tepi Sejarah yang Dibawakan oleh Titimangsa Foundation Foto: Titimangsa Foundation
Jakarta -

Hampir dua tahun lamanya, COVID-19 masih mewabah di seluruh dunia. Usai varian delta, belakangan ini muncul Omicron yang membuat ketar-ketir masyarakat namun meski begitu satu per satu aktivitas berkesenian terus jalan.

Para pekerja seni tetap membuat pertunjukan yang diinginkan sesuai dengan aturan protokol kesehatan (prokes) yang ketat. Mereka juga bersiasat agar karya-karyanya mampu ditonton penikmat seni, tak hanya offline atau bertemu fisik tapi juga secara online.

Konsep hibrida atau hibrid menjadi satu-satunya pilihan untuk penyelenggaraan kali ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sepanjang tahun, Titimangsa Foundation adalah salah satu yayasan yang tetap berkarya, berkreativitas, dan memproduksi seni pertunjukan. Ada beragam lakon yang mereka buat dan sukses ditonton penikmat seni.

"Corona tetap ada dan masih mewabah, tapi namanya seni dan kreativitas tetap jalan terus," ungkapan itu yang dilontarkan oleh produser Titimangsa Foundation, Happy Salma, saat jumpa pers virtual, belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Sejumlah pementasan sukses dibuat mereka. Yang terbaru ada Mereka yang Menunggu di Banda Naira dan tayang gratis selama 6 bulan di YouTube IndonesiaKaya.

Sebelumnya ada seri monolog Di Tepi Sejarah yang mengangkat perjuangan mereka yang namanya tak pernah tercatat dalam buku sejarah. "Kami membuat tontonan teater dan menyiasatinya agar para pencinta teater juga bisa menikmati di rumahnya saja," sambungnya.

Artistic Director Marlupi Dance Academy, Fifi Sijangga mengatakan sejak pandemi, sekolah balet yang berdiri tahun 1965 sempat ditutup. Namun kini mereka tetap mengajar murid-muridnya dan menggelar pertunjukan.

"Kelas balet ada yang virtual dan ada yang offline tapi mau nggak mau orang harus membiasakan diri, akhirnya rencana dan program bisa berjalan meski virtual," sambung Fifi Sijangga.

Hal itu juga diungkapkan oleh pendiri sekaligus sutradara Teater Koma, Nano Riantiarno. Dalam perayaan Festival 44 selama empat bulan berturut-turut, Teater Koma tetap eksis dan bertahan di usianya yang sudah empat dekade.

"Dua produksi saja itu sudah luar biasa, karena ongkos produksi mahal sekali sekarang. Paling tidak, dengan bantuan multimedia kami beruntung menjadi semakin dekat dengan generasi muda," kata Nano.

Pimpinan produksi Ratna Riantiarno turut menimpali perkataan suaminya, Nano. Ia menjelaskan bertahan di usia 44 tahun tidaklah mudah khususnya ketika harus mengikuti perkembangan zaman yang pesat.




(tia/dar)

Hide Ads