Buku I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki yang ditulis Baek Se Hee mendapatkan stigma negatif di Korea. Bahkan bukunya dicibir karena dianggap menjual tulisan soal depresi dan kesedihan.
Baek Se Hee mengungkapkan hal tersebut saat temu virtual dengan pembaca di Festival Buku Asia, akhir pekan lalu.
"Ada komentar negatif yang paling menyakiti hati yaitu bukunya nggak bagus, soalnya menjual depresi. Ada yang bilangnya buku soal depresi dijadikan bahan untuk mencari uang," kata Baek Se Hee ketika membicarakan komentar negatif tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gegara komentar negatif itu, Baek Se Hee mengaku takut dan khawatir. Tapi ada juga yang mengatakan jika menemukan buku lebih cepat maka bisa mengalami kondisi yang lebih baik lagi.
Penulis yang pernah bekerja di penerbitan selama 5 tahun itu menceritakan budaya atau kebiasaan orang Korea jika ada seorang teman yang bilang sedang sedih atau susah. Maka ia akan mengatakan semua orang juga sulit.
![]() |
Lantaran ada kebiasaan seperti itu, Baek Se Hee menjadi ragu untuk mengutarakan yang dirasakan kepada orang lain.
"Sebenarnya nggak perlu takut, dipendam, disembunyikan, dan sharing ke orang lain kalau merasa depresi. Pasti di balik cerita itu semua orang punya kisah yang berbeda-beda. Kalau saya menyembuhkan diri lewat tulisan, cari cara gimana membuat mood lebih baik dan lebih senang," katanya.
Baek Se Hee mengatakan selama 10 tahun ia mengidap distimia atau depresi berkepanjangan dan terus menerus. Di momen tertentu, ia merasa berada dalam kondisi yang parah dan ingin mengakhiri hidupnya.
Lewat tulisan esai yang awalnya diunggah di blog pribadi, akhirnya I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki dibukukan. Di Indonesia, bukunya rilis dalam dua volume oleh penerbit Haru.
Buku I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki volume pertama sukses terjual skeitar 20 ribu eksemplar dan volume kedua sekitar 3.000 eksemplar.
![]() |
(tia/dar)