Mengangkat Budaya Lokal Minang ke Puisi ala Penyair Andre Septiawan

ADVERTISEMENT

Spotlight

Mengangkat Budaya Lokal Minang ke Puisi ala Penyair Andre Septiawan

Tia Agnes - detikHot
Selasa, 18 Des 2018 13:13 WIB
Mengangkat Budaya Lokal Minang ke Puisi ala Penyair Andre Septiawan Foto: Tia Agnes/ detikHOT
Jakarta - Bermula dari Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) yang membuka kompetisi bagi penulis pendatang baru, keberuntungan Andre Septiawan bertambah. Kumpulan puisi-puisi yang ditulisnya kini diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).

Nama Andre Septiawan masuk dalam deretan penyair muda di ranah industri penerbitan buku. Sajak yang digoreskan pun bukan menggeluti persoalan sehari-hari maupun jatuh cinta, patah hati, dan menyembuhkan luka tapi Andre kembali ke akar tradisinya.

Lewat kumpulan puisi 'Suara Murai', pria kelahiran Pariaman 1995 silam itu mengangkat budaya lokal Minang di karya-karyanya.



"Awal mulanya saya memang membaca banyak karya penyair Minang, yang berbicara bukan saja tentang Minangkabau. Ada banyak yang kosakatanya identik dengan bahasa Minang. Saya pikir nggak nggak dicoba," tutur Andre saat diwawancarai detikHOT ketika menyambangi Jakarta, belum lama ini.

"Sekalian saya mengangkat budaya lokal juga," tambah lulusan Sastra Inggris Universitas Andalas.

Dalam puisi-puisinya, Andre kerap menggunakan bahasa Minang. Ada kata 'inyiak', 'kalera', 'kanciang', 'kepatang', 'kinyam', 'orang siak', dan lain-lain.

Tak hanya kosakata bahasa Minang saja yang dipakai tapi juga kultur, mitos, cerita tradisi, dan hal-hal yang terjadi di sekitar lingkungan rumahnya.



"Yang saya tulis bukan eufimisme, dulu zaman Balai Pustaka awal banyak sekali penulis atau penyair Minang. Saya memulai mencoba lagi, mikirnya sesederhana gitu. Membangkitkan lagi rasa Minang," pungkasnya.

Kali ini spotlight culture bakal membahas mengenai profil penyair muda Andre Septiawan. Simak artikel berikutnya.

(tia/ken)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT