Menurut kurator pameran Agung Hujatnikajennong, karya-karya berskala besar dari Sunaryo merupakan permainan dan pengolahan ruang yang menjadi salah satu ciri khasnya.
"Ruang itu kayak mainan buat dia. Pak Naryo selalu excited bikin karya di luar nadir. Seperti di pembukaan Selasar Sunaryo sudah disiapkan dari tahun 1997, Pak Naryo bikin karya khusus untuk pameran 'Titik Nadir' tapi itu berubah total idenya dengan dibungkus kain hitam," tutur Agung saat ditemui di SSAS, Bandung, akhir pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latar belakang Sunaryo yang seorang pematung menjadi salah satu alasan dari pengolahan ruang. Sensibilitas terhadap ruang sampai perupa yang tinggal di Bandung itu mempertimbangkan segala dimensi.
Agung pun menambahkan, "Pak Naryo juga sangat perhatian pada detail atau rinci. Dia mengolah detail-detail. Kadang-kadang juga orang nggak ngeh, seperti cermin dan penggunaan kertas."
![]() |
Termasuk anyaman atau ikatan pada bambu dalam karya instalasi tersebut. Sunaryo menganyam dengan beragam teknik dan cara berbeda sampai antar satu anyaman dengan anyaman lainnya berbeda.
"Teknik mengikat bambu itu kan warisan dari nenek moyang kita dan terbukti sangat fungsional," lanjutnya.
Pameran tunggal 'Lawangkala' diselenggarakan bertepatan dengan perayaan 20 tahun SSAS. Eksibisi berlangsung sampai 23 Desember 2018 di Ruang A, Ruang B, dan Ruang Sayap Selasar Sunaryo.
Simak artikel berikutnya.
(tia/nu2)