'Lawangkala', Perjalanan Waktu Perupa Sunaryo

Spotlight

'Lawangkala', Perjalanan Waktu Perupa Sunaryo

Tia Agnes - detikHot
Selasa, 18 Sep 2018 13:54 WIB
'Lawangkala', Perjalanan Waktu Perupa Sunaryo Foto: Tia Agnes/ detikHOT
Bandung - Tahun ini menjadi momen terbaik bagi perupa Sunaryo. Dua puluh tahun yang lalu, perupa kelahiran Banyumas itu mendirikan ruang alternatif di bagian utara Bandung yang bernama Selasar Sunaryo Art Space (SSAS).

Akhir pekan lalu perayaan SSAS digelar dengan hadirnya tamu dari mancanegara dan Indonesia. Fasad depan SSAS tampak berbeda dari biasanya, karya seni instalasi yang mengambil bentuk dari perangkap ikan atau bubu menyapa pengunjung.

Bagian depan galerinya saja sudah menarik perhatian yang hadir. Semakin ke dalam, labirin berbahan bambu itu membuat terpikat. Baru berjalan beberapa meter, tengoklah ke kanan ada cermin yang merefleksikan hal-hal yang terwujud.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


'Lawangkala', Perjalanan Waktu Perupa Sunaryo'Lawangkala', Perjalanan Waktu Perupa Sunaryo Foto: Tia Agnes/ detikHOT


Semakin ke dalam, pengunjung akan mendapati ruang yang lebih sunyi dengan suara air mengalir dan visual ikan yang seakan terperangkap. Di tengah sinar bulan, karya yang berjudul 'Lawangkala' membuat pengunjung seakan terperangkap dan menelisik lebih dalam mengenai perjalanan perupa senior Sunaryo.

"Seni rupa itu literer, karya seni sudah berbicara dan bisa diinterpretasi yang melihat," tutur Sunaryo menjelaskan mengenai karyanya ketika ditemui di SSAS, Jalan Bukit Pakar Timur No 100, Bandung, akhir pekan lalu.

Sunaryo pun membebaskan bagi siapapun untuk menginterpretasi karya-karya di 'Lawangkala'. Termasuk cermin-cermin sebagai bentuk refleksi diri. "Ini (cermin) merefleksikan dirinya siapa sih sebenarnya saya," katanya.

'Lawangkala', Perjalanan Waktu Perupa Sunaryo'Lawangkala', Perjalanan Waktu Perupa Sunaryo Foto: Tia Agnes/ detikHOT


'Lawangkala' yang berarti pintu waktu dianggap Sunaryo sebagai sebuah perjalanan. Sebagai manusia tak bisa kembali ke masa lalu dan harus berjalan ke arah depan. Lewat material bambu dan kertas, Sunaryo menyimbolkan sebagai sesuatu yang rentan dan mudah hancur.

"Ini menggambarkan kefanaan. Sebenarnya ingin merefleksikan antara yang kekal dan fana terutama dalam hal realitas sejarah yang punya keniscayaan yang selalu berubah," ujar peraih penghargaan di Akademi Jakarta.

Baginya waktu tak ada ujung dan pangkal, sensasi itu pula yang dihadirkan Sunaryo dalam karyanya kali ini. Bagaimana kelanjutan cerita Sunaryo di pameran tunggal 'Lawangkala' dan kiprahnya di SSAS?

Simak artikel berikutnya.


(tia/doc)

Hide Ads