Sepanjang usianya yang menginjak angka 60 tahun, Tisna Sanjaya tak pernah memisahkan antara seni, agama, maupun lingkungan sekitar. Termasuk ketika dirinya mengkritik Sungai Citarum yang kotor, bau, dan tak terawat.
Apa yang ingin disampaikan Tisna lewat kritik-kritiknya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Merayakan 60 Tahun Tisna Sanjaya |
"Agama Islam yang saya pahami itu kebersihan sebagian dari iman. Islam rahmatan lil alamin, yang tidak hanya untuk manusia tapi juga untuk alam, sosial politik, cuman sekarang ini menuju ke arah yang banyak tantangan," tutur Tisna di Gedung A, Galeri Nasional Indonesia.
![]() |
Seharusnya dengan kekuatan agama Islam sebagai mayoritas umat terbesar di Indonesia, bisa membenahi lingkungan. Tisna mencontohkan Sungai Citarum yang menjadi sungai terpanjang di Jawa Barat itu sudah sejak lama berbau, kotor, dan banyak sekali sampah.
Namun, selama 8 bulan belakangan lewat program 'Citarum Harum', lokasi tersebut berubah.
"Kakek saya tinggal di dekat Citarum, saya kecil melihat airnya bersih sekali. Lambat laun kok jadi pekat, saya ingin merevitalisasi tradisi yang dulu pernah ada. Ya, wudhu di situ," ujar Tisna.
Dalam berkesenian, Tisna yang juga menggunakan teknik seni etsa menuturkan juga tak bisa lepas dari persoalan lingkungan. Termasuk di karya yang berjudul 'Takbir' (2018).
![]() |
Karya seni instalasi itu sarat akan persoalan lingkungan yang lumpurnya diambil dari Sungai Citarum, dan terdapat batok kelapa yang menaungi sebuah kapal kecil. Ia menggambarkan sosok dirinya sebagai pendakwah berada di atas kapal tersebut.
"Sebenarnya self potrait itu adalah diri saya. Tadi saya mengatakan sosok pendakwah seperti Habib Rizieq yang selalu menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan Islam itu harus bareng-bareng yuk melakukan dakwah untuk lingkungan juga," pungkasnya.
Simak artikel berikutnya. (tia/doc)