Namun, HONF yang pada 2011 membuka laboratorium di Yogyakarta itu mencoba untuk membuka jalan tersebut. Menurut lulusan ISI Yogyakarta, dengan bahasa seni yang lebih estetik, sains dan teknologi lebih mudah.
"Sesuatu yang indah itu menarik perhatian, catchy, dan orang dapat tertarik duluan tanpa tahu apa itu. Misalnya saja karya seni yang di Art Jog tahun lalu itu, oh ternyata satelit inia da artinya, bisa menangkap frekuensi yah," ujar Venzha ditemui detikHOT di IFI Jakarta, belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti itulah tujuan kita, yang tidak keliatan alias susah menjadi lebih terang," tambah Venzha.
Seniman yang mengembangkan new media art itu justru heran dengan banyaknya teknologi yang terkesan mempersulit.
"Kalau ada teknologi yang mempersulit, analogi berpikir atau strukturnya yang pasti salah. Seni itu mempermudah science fiction," timpalnya.
Pada Maret sampai April mendatang, Venzha yang mendalami ilmu astronomi dan kerap menghasilkan space art itu akan menjalani pelatihan Mars Desert Research Station (MDRS). Selama dua bulan, dia akan merasakan seperti apa kehidupan di Mars, dan memungkinkan mencari bumi kedua.
Ilmu yang didapatkannya di Amerika, Venzha menjanjikan nantinya bakal menjadi karya seni.
"Belum tahu apa tapi nanti pasti jadi karya, kalau nggak ada hasilnya, percuma saya belajar sampai jauh-jauh ke Amerika," pungkasnya.