"Ini proyek kolaborasi bareng Irene Agrivina dan Dwi Wahyuni yang masih on going. Masih berjalan prosesnya. Saya akan ke sana lagi dalam waktu dekat," tutur Tamara Pertamina, kepada detikHOT, Selasa (6/6/2017).
Baca Juga: 'Tubuh dari Langit', Penelusuran Tamara Pertamina tentang Label Waria
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil akhir dari proyek seni yang diberi nama 'Tubuh dari Langit', lanjut Tamara, akan dipublikasikan dalam bentuk buku. Dia pun ingin menggelar sebuah pertunjukan hasil kreasi dari penari Dwi Wahyuni.
"Buku itu yang rencananya aku tulis tentang sejarah waria, dasarnya dari Bissu. Menurutku sejarah yang paling kuat ya Bissu, dan aku bisa tarik ke kondisi waria di masa sekarang ini. Ada juga performance art," kata Tamara lagi.
Lahir pada 1989, Tamara awalnya bergabung dalam Makcik Project pada 2011-2013. Di akhir 2013, ia menginisiator projek yang bernama 'WE ARE HUMAN' dan berkolaborasi dengan beberapa seniman maupun komunitas yang berprofesi sebagai pengamen dan pekerja seks. Ia memberikan workshop keterampilan dengan harapan bisa menjadi pilihan ekonomi kreatif.
Baca Juga: Tamara Pertamina Ajak Kolaborasi Penari di Proyek 'Tubuh dari Langit'
Karya-karya telah melanglang buana tak hanya di Indonesia saja. Di tahun 2015, ia menampilkan karyanya, berkolaborasi dengan seniman dari sejumlah negara. Salah satunya dalam Goma Gallery di Brisbane "Asian Pacific Trienale #8" dan berkolaborasi dengan seniman Ming Wong, Shahmen Suku, dan Bradd Edward. Karya bersama itu berjudul 'Aku Akan Bertahan' yang terinspirasi dari lagu 'I will Survive'.
Tamara juga terlibat dalam acara seni di Gertrude Contemporary Art berjudul Ancient MSG. Ia berkolaborasi dengan empat seniman Australia dan tiga seniman Indonesia.
(tia/dar)