'The Platform' membawa kisah tentang penjara dengan lantai-lantai tak berujung dari atas sampai ke dasarnya yang terlihat meruncing jika terus-terusan dipandang menunduk.
Rasa penasaran kita tentang penjara ini diwakili oleh tokohnya yang bernama Goreng (IvΓ‘n MassaguΓ©). Ia memasuki penjara ini dengan sukacita di awalnya.
Ia berharap memiliki waktu sejenak untuk bisa menghabiskan novel tebal Don Quixote yang ia bawa ke dalam penjara. Yang dimasuki Goreng nyatanya bukan penjara biasa.
Tak ada jeruji melainkan lubang kotak di tiap lantainya yang menjadi medium pengirim makanan dari satu lantai ke lantai berikutnya pada sebuah mimbar.
Yang membuat penjara ini mengerikan yakni semakin jauh mimbar itu turun, tiada makanan yang tersisa bagi para tahanan di lantai terbawah.
Sutradara Galder Gaztelu-Urrutia menampilkan perilaku manusia-manusia itu secara brutal. Dan ini yang bisa membuat kita meringis seperti merasakan kesakitan mereka yang berusaha bertahan hidup dari kejamnya penjara tersebut.
Di luar kebiadaban yang ditampilkan, Galder Gaztela-Urrutia agaknya juga menyentil realitas tentang strata ekonomi dan sosial yang punya jarak dan antisosial.
Di tengah fenomena memborong bahan makanan di pusat perbelanjaan yang terjadi di banyak tempat, 'The Platform' secara semiotika memperlihatkannya.
![]() |
Sebelumnya memang sudah ada 'Parasite' yang juga bicara tentang kelas sosial. Kini 'The Platform' juga menyuarakan hal serupa namun lebih sadis dan brutal di banyak bagian.
Film ini membawa alur yang tak mudah sama sulitnya dengan situasi yang dialami banyak orang sekarang ini. Namun di sisi lain, 'The Platform' membawa pesan tentang kepedulian sekaligus cermin untuk berkaca.
Apakah kita sudah mengonsumsi hal-hal yang kita butuhkan ataukah tak disadari menjadi serakah karena ketakutan menguasai segalanya.
'The Platform' dapat disaksikan di Netflix.
(doc/dar)