"Gue ditawarin sama Mas Hanung ketemuan, diskusi. 'Mas Nugie nanti sampean main di film ini jadi musisi', 'wih cocok dong aku', 'tahun '80-an', 'lebih tua dikit', 'iya, musiknya pop, terus habis itu nggak laku'. Itu beneran kita ngomong di ruang baca buat reading, saya diskusi sama Mas Hanung," kata Nugie di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan.
Bagi pria yang hobi sepeda itu syuting film yang diadaptasi bebas dari sinetron '90-an itu drama. Hal itu dikarenakan dia harus berdialog tanpa berbicara juga sebagai pengidap stroke.
"Seumur hidup saya beberapa kali ikutan syuting film, ini yang paling drama dan yang paling gemesin. Di saat saya harus susah, saya diketawain sama anak-anak dan istri saya. Harus dialog yang tanpa suara. Sutradaranya saja ketawa," ungkapnya tersenyum.
Namun hal itu menjadi pengalaman yang luar biasa. Bahkan pelantun 'Burung Gereja' itu melihat sebagai barometer profesionalisme sebagai aktor Indonesia.
"Ini menjadi barometer saya menyaksikan sendiri bagaimana profesionalitas aktor dan aktris di perfilman Indonesia. Ini pengalaman luar biasa, saya berharap welcome back 'Tersanjung' dulunya (sinetron) ke movie," tuturnya.
Di sisi lain, 'Tersanjung' adalah sebuah kenangan dalam dirinya. Sebab, itu datang dari kehidupanya di era '90-an.
"Buat saya, 'Tersanjung' memori yang nggak terlupakan karena saya ada di era itu dan tiap sore sampai malam saya ada di rumah, dan Mbak Feby Febiola ini idola dari orang-orang di rumah saya," pungkasnya.
(fbr/mau)