Tak banyak festival seni Tanah Air yang menggandeng seniman kontemporer untuk berkarya dan memajang karya-karyanya. Sama halnya dengan H(ART)BOUR Festival yang menggelar pameran seni 'Memory Harbour' di Terminal Eksekutif Sosoro, Merak dan Terminal Eksekutif Anjungan Agung, Bakauheni.
Direktur Artistik H(ART)BOUR Festival, Angka, menuturkan ada banyak biennale (festival seni dua tahunan) dan art fair memakai seniman-seniman profesional yang karyanya sudah dikenal pencinta seni, tapi festival ini berbeda.
"Kami menawarkan karya seni seniman kontemporer kita yang anti mainstream. Mereka matang tapi tidak terekspos," ujar Angka ketika diwawancara detikcom di Terminal Eksekutif Anjungan Agung, Bakauheni, Lampung, saat malam puncak, Sabtu (15/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedelapan seniman yang terlibat di pameran seni maupun acara puncak dikurasi dengan baik oleh Angka dan tim ASDP Indonesia Ferry. "Karya seninya juga unik dan punya konsep yang matang. Mereka punya kenangan tentang pelabuhan seperti apa dan bagaimana menghadapi ke depannya," katanya.
Angka mencontohkan seniman urban bernama Slinat yang membuat mural 'Mirror Memory'. Menurut Angka, ia adalah salah satu seniman yang melawan orientalisme dan idealis sekali.
"Kami mengajak seniman urban Slinat dan WD itu langka banget. Alhamdulillah mereka mau ikutan bikin mural di H(ART)BOUR Festival. Karena festival ini mau kasih pengalaman baru tentang pelabuhan dan menggali pengalaman lama yang ada," tukasnya.
Seniman yang berpameran di antaranya adalah Lala Bohang, Olopolo, Ruth Marbun, Serrum, Slinat (Silly in Art), WD (Wild Drawing), Wulang Sunu, Yosia Raduck, dan Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Eksibisi masih dilihat hingga 21 Februari 2020.
(tia/dal)