Karya-karya Eka Kurniawan Mampu Warisi Tradisi Sastra 'Bergerak'

Karya-karya Eka Kurniawan Mampu Warisi Tradisi Sastra 'Bergerak'

Tia Agnes - detikHot
Senin, 18 Feb 2019 17:15 WIB
Karya-karya Eka Kurniawan Mampu Warisi Tradisi Sastra 'Bergerak' Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Eka Kurniawan sukses menelurkan tiga novel yang membawa namanya kian dikenal di kesusastraan internasional. Karya-karya lainnya pun dianggap mampu mewarisi tradisi sastra 'bergerak'.

Hal tersebut diungkap oleh Dosen Filsafat Universitas Indonesia, Saras Dewi di acara penyerahaan Prince Claus 2018 kepada Eka Kurniawan. Ia menyebutkan di awal penelitian skripsi yang kini dibukukan 'Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis', paham sastra realisme sosialis digaungkan.

Menurutnya ketika membaca karya Eka tidak selalu muncul perasaan senang maupun sedih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak cukup saya bilang ini kisah tragedi, salah satu contohnya gimana tragedi yang absurd. Gimana absurditas itu menghasilkan sesuatu yang konyol dan lucu," tuturnya di Erasmus Huis Jakarta.



Saras Dewi mencontokan dalam buku kumpulan cerpen 'Seperti Dendam Harus Dibayar Tuntas' ada cerita lucu soal karakter utama dalam pengalaman ereksi. Dari segi karakter dan pengembangan kini lebih berkembang.

"Karya-karya Eka Kurniawan menggambarkan kondisi Indonesia, misalnya ada peristiwa pembantaian 1965, dan sastra yang saya yakini dalam karya-karya Mas Eka adalah sastra 'bergerak'. Tidak hanya dapat kepuasaan, tapi mas Eka mewarisi tradisi sastra 'bergerak' itu sendiri," lanjut Saras Dewi.

Bahkan sastra, lanjut dia, masih menjadi sumber sejarah untuk memahami yang dibungkam. Akhir pekan lalu, Eka Kurniawan baru saja menerima Prince Claus Awards 2018 dari Kerajaan Belanda.

Lewat buku-bukunya, Eka mampu mengembangkan kebudayaan Indonesia di kategori sastra dan mengenalkannya pada pembaca internasional.

Dalam menghasilkan karyanya, Eka mengaku belajar dari karya-karya Pramoedya Ananta Toer hingga akhirnya menemukan gayanya sendiri. Lulusan Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) seringkali memadukan elemen tradisi, sejarah dari mulut ke mulut, pencak silat, hingga komik horor digunakannya untuk menggambarkan pengalaman masyarakat yang sangat berlapis.

Tak heran jika karya-karyanya yang dinilai unik ini sering disejajarkan dengan penulis Gabriel Garcia Marquez dan Haruki Murakami. Salah satu novelnya, 'Cantik itu Luka' di tahun 2002 pun telah diterjemahkan ke dalam 34 bahasa.

Karya-karya Eka Kurniawan Mampu Warisi Tradisi Sastra 'Bergerak'
(tia/nkn)

Hide Ads