Padahal puisi merupakan karya sastra yang memiliki keunikan dari segi rima atau persamaan bunyi di akhir kalimat maupun makna tersirat yang ada di dalamnya. Berbalas puisi yang terjadi belakangan ini, menurut penulis Maman Suherman bukanlah sebuah karya puisi.
"Puisi yang lagi diributkan ini, para penikmat puisi juga pasti tahu arahnya, peristiwanya, tokoh yang mengucapkan dan ditujukan untuk siapa. Apa yang seharusnya tersirat menjadi tersurat, jadi kayak bukan puisi," tutur penulis buku kumpulan puisi 'Bhineka Tunggal Cinta'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria yang akrab disapa Kang Maman itu justru menyebutnya sebagai karya pamflet.
"Itu seperti karya pamflet, seperti spanduk di pinggir jalan. Saya mencontohkan karya yang bagus seperti poster 'Bung Ayo Bung' yang dibuat S.Sudjojono. Itu jelas dan pesannya tidak akan diketahui oleh lawan, tapi penuh dengan kata perlawanan," terang Maman.
Penulis yang juga pegiat literasi itu mengatakan sudah membaca puisi-puisi yang dilontarkan para politisi. Tanpa ingin menyebutkan nama mereka, menurutnya kaidah puisi seharusnya tidak seperti itu.
"Puisi-puisi WS Rendra yang dipakai alat politik itu mempertanyakan atau mengugat nilai. Rendra membuat puisi untuk rezim Orba," katanya lagi.
Puisi itu seharusnya, lanjut dia, tersirat bukan tersurat, ada nilai yang digugat, bukan ditujukan untuk personal. "Dan yang terpenting tidak sarkas. Kalau satir tidak apa-apa," tukas Maman.
(tia/ken)