Terinspirasi dari bahasa musikal yang baru di awal abad ke-20, 'MAM.manufaktur für aktuelle' menyajikan penampilan multimedia dengan interpretasi musikal. Serta instalasi cahaya dan video yang komprehensif.
"Para musisi akan bermain di balik layar semi-transparan, sama seperti yang dilakukan musisi di pertunjukan perdana Pierrot Lunaire di Berlin pada 1912 silam," ujar Kepala Program Budaya Goethe-Institut Indonesien, Anna Maria Strauß dalam keterangan pers yang diterima detikHOT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari nama 'lunaire', pertunjukannya menjadi 'Lumiere' untuk menggambarkan pentingnya desain tata cahaya. Menurut keterangan Anna Maria, sampai hari masih menjadi misteri apakah tokoh utama sandiwara orang yang berjiwa romantis atau tidak, laki-laki atau perempuan, orang sungguhan atau proyeksi.
Di panggung dengan versi lebih kontemporer, Pierrot dibawakan oleh ansambel Jerman dan fokus pada soosk tersebut. Instalasi video akan memperlihatkan pemandangan alam dan perkotaan, ruang terbuka dan gang sempit, dan adegan yang pada kisah asli menjadi hidup.
"Orang-orang yang mungkin tidak bisa langsung menyelami musik abstrak ketika hanya mendengarkannya tiba-tiba mengalami dan memahami musik itu pada level yang berbeda," tukas Anna Maria Strauß.
(tia/ken)